Assiry, 27 Juli 2014
Saya tidak mengkritik perayaan Idul
Fithri secara seremonial, maaf-memaafkan, tapi apakah kita memang sudah saling
memaafkan, antara guru – murid, orang tua – anak, atasan – bawahan, dan
seterusnya. Atau apakah kita lebih senang menyimpan dendam hingga beranak
-pinak menjadi kebencian 2 yang terselubung.
Kalau dalam sepak bola, tendangan
Anda nggak masuk-masuk, yang perlu diperbaiki itu tendangannya atau gawangnya
yang digeser? Seharusnya kan yang pertama, tapi sekarang ini yang sering kita
lakukan justru malah menggeser gawangnya.
Hari raya itu ada lima, yaitu:
dimaafkan oleh seluruh makhluk alam semesta dan Allah SWT, mati secara khusnul
khatimah, nguwot sirathal-mustaqim dengan selamat, memasuki surganya Allah, dan
dapat berjumpa dengan Allah SWT. Maka dari itu kita harus meminta maaf. Jika
manusia sudah bisa meminta maaf, nah, tergantung sama yang dimintai maaf. Kita
sudah meminta maaf kepada alam semesta, tapi bagaimana dengan alam semesta,
apakah dia memaafkan kita?
Meskipun femikian ternyata memberi
maaf itu lebih tinggi derajatnya daripada meminta maaf.Maka pantas saja jika
Tuhan menggolongkan orang yang selalu memaafkn atas kesalahn orang lain (al
a'afina 'ani Annasi) sebagai orang yang Muttaqin dan dirindukan surga.
Respon Cepat