Dalam Kamus
Indonesia, galau diartikan kacau (pikiran), sedangkan gelisah diartikan
tidak tenteram; selalu merasa khawatir (hati); tidak tenang (tidur);
tidak sabar lagi menanti; cemas.
Rupanya ada nilai rasa berbeda saat kedua kata itu disandingkan. Akan
lebih jelas lagi saat disandingkan dengan sebuah kalimat misalnya:
pikiranku sedang kacau (galau) dan hatiku sedang gelisah. Dua kalimat
itu membedakan dengan tegas bahwa galau berkaitan dengan
pikiran/logika, sedangkan gelisah berkaitan dengan hati/perasaan. Oleh
karena itu, kita sering mendengar orang berbicara mengenai perbedaan
logika dan perasaan.
Dalam sebuah kesempatan saya sering
mengatakan kepada temen -temen Santri PSKQ, bahwa galau adalah sebuah
kekacauan pikiran yang tidak terfokus pada satu titik. Di lain pihak,
gelisah adalah sebuah pemikiran yang terfokus pada satu titik.
Misalnya kegelisahan Soekarno, kegelisahan Senthot Prawirodirdjo (usia
16 tahun sudah menjadi panglima perang Pangeran Diponegoro), kegelisahan
Diponegoro, kegelisahan Soedirman akhirnya membuahkan sebuah gerakan
yang luar biasa.
Namun, kegalauan tidak akan menghasilkan
apa-apa karena ia adalah kekacauan pikiran yang tidak terpusat pada satu
masalah tetapi gabungan dari beberapa masalah yang akhirnya hanya
menimbulkan stres. Seorang santri PSKQ bisa terkena virus Galau karena
memikirkan cewek yang ternyata dinikahi orang lain, berbarengan dengan
itu juga memikirkan bagaimana bisa belajar kaligrafi dan Seni Rupa
secara fokus, belum lagi keuangan untuk mencukupi kebutuhan belajar yang
minim, dan masalh air pam yang kadang tidak lancar misalnya, akhirnya
malah mengakibatkan guncangan fikiran dan stres berat.
Gerakan
Soekarno, Senthot, Diponegoro, dan Soedirman sebagai hasil kegelisahan
tersebut memang sesuai kenyataan karena mereka bekerja dengan hati
nurani, berupaya melawan penjajah, dan melepaskan logika mengenai
hitung-hitungan kekuatan/modal. Seandainya waktu itu mereka menggunakan
logika, mungkin pergerakan perjuangan itu tidak akan pernah ada. Dengan
demikian, tepat bila dikatakan bahwa mereka waktu itu gelisah bukan
galau.
Saat ini kita sering mendapatkan ungkapan galau itu muncul
dari mulut remaja. Apa yang terjadi? Apakah mereka benar-benar galau,
benar-benar sedang dalam keadaan pikiran kacau atau sekadar salah
menggunakan istilah?
Sedang gelisah, tetapi terucap galau?
Seandainya mereka benar-benar galau karena menghadapi berbagai macam
masalah seperti kuatnya pengaruh gaya hidup hedonis, tekanan atau
tuntutan zaman, dan lain-lain, harus ada upaya untuk membantu mereka
memetakan masalah.
Mereka harus dibantu atau dibiasakan mengurai
masalah satu persatu sehingga dapat fokus pada satu titik. Dengan
demikian, kegalauan akan menjadi kegelisahan yang akhirnya dapat
menghasilkan sesuatu bagi diri dan negerinya.
Keep spirit to santri -santri PSKQ.
Respon Cepat