Assiry gombal mukiyo, 17 Februari 2015
Saya bukan siapa-siapa di dunia ini, tetapi kapan ada yang bertanya
siapa Guru Kaligrafi saya, baru nama Kiyai Haji Nur Aufa Shiddiq yang
pernah saya kagumi. Yang saya idolakan dan saya "ruhkan" jiwanya
dalam diri saya atas semangatnya dalam membimbing dan menelurkan para
Master Kaligrafi di Indonesia.
Syukur kepada Tuhan yang
memperkenankan saya berjumpa dengan KH. N.Aufa Shiddiq melalui salah
satu murid seniornya yakni Ustaz Haji. Muh. Nur Syukron juara 1
kaligrafi Nasional Th. 1994. Pak Aufa begitu akrab kami panggil adalah
satu-satunya guru Kaligrafi saya yang masyhur dan saya gelari sebagai
"Mutiara Kaligrafi Indonesia".
Saya sebagai jebolan "Grista Annur”
angkatan ke 6, sebuah nama sanggar Kaligrafi yang beliau dirikan
pertama kali di Kudus sekitar Th.1983. Secara teknis saya mengenal
dan dekat dengan KH. Aufa, sebagai Pendiri Sanggar Annur di Janggalan
Kudus tersebut. Bersama puluhan teman-teman yang belajar nulis
Kaligrafi kami bergabung dalam Grista Annur atau Griya Seni Kaligrafi
Annur.
Di mana-mana sajapun orang riuh rendah mengejar Dunia, belajar Kaligrafi hanya sebagai jalan untuk kaya dan juara Kaligrafi.
Terkadang saya balik tanya, dengan terminologi Agama: “Lha kamu belajar
Kaligrafi mencari dunia atau akhirat?”. Kalau ia menjawab “mencari
dunia”, saya tuding “salahmu sendiri dunia kok dijadikan tujuan”. Kalau
jawabannya “mencari akhirat”, saya katakan “kalau kamu mencari akhirat
kenapa mengeluhkan dunia”. Kan sudah jelas sejak dahulu kala bahwa “urip
mung mampir ngombe”, hidup hanya mampir minum. Namanya juga mampir,
singgah sejenak, bukan bertempat tinggal. Sudah jelas dunia hanya tempat
persinggahan sementara di tengah perjalanan, kok disangka rumah
sendiri.
Jangan salahkan jika mindset-mu dalam belajar
kaligrafi
karena ingin juara ini, juara itu , ingin kaya, ingin sukses secara
materi akhirnya justru tidak menghasilkan apapun dalam hidupmu.Sayangnya
Tuhan menyatakan – dan mungkin memang sengaja menskenario
demikian — “kebanyakan manusia tidak mau berpikir”, atau minimal “banyak
di antara manusia yang tidak menggunakan akal”. Karena kemalasan
mengolah logika dan sistem ratio, orang menyangka “dunia” dan “akhirat”
itu dua hal yang berpolarisasi, berjarak dan bahkan bertentangan. Orang
ketakutan menyikapi dunia kritis karena mengira kalau mencari akhirat
maka tak mendapatkan dunia. Orang mengira kalau tidak habis-habisan
kejar uang maka ia tidak memperoleh uang.
Mengejar uang adalah
pekerjaan dunia, pekerjaan paling rendah. Bekerja keras adalah pekerjaan
akhirat, di mana dunia adalah salah satu tahap persinggahannya untuk
diolah. Orang yang fokusnya bekerja keras akan memperoleh lebih banyak
uang dibanding orang yang fokusnya adalah mengejar uang. Orang yang yang
mencari dunia, mungkin mendapatkan dunia, mungkin tidak. Orang yang
mengerjakan akhirat, ia pasti dapat akhirat dan pasti memperoleh dunia.
Inilah essensi kehidupan Pak. Aufa yang saya dapatkan dan saya hujamkan
dalam lubuk hati saya yang terdalam.
Begitu kumuh dan joroknya
situasi ummat manusia berebut dunia dan kekuasaan. Dan begitu indah dan
bercahayanya “kehidupan Kaligrafi" yang dijalani Pak Nur Aufa. Suatu
hari saya mohon izin untuk membuktikan bahwa keindahan sesungguhnya
adalah puncak kebenaran dan kebaikan.
Pak Aufa pernah berujar "
Sesungguhnya untuk mencapai tingkatan menulis indah kaligrafi itu cukup
sederhana yakni menjalankan kebaikan dan memposisikan diri selalu
istiqomah dijalan kebenaran ( Al haq) maka keindahan kaligrafi niscaya
engkau dapatkan dalam dirimu sendiri.
Peradaban manusia sampai hari
ini menjalankan salah sangka yang luar biasa terhadap keindahan juga
terhadap Kaligrafi yang hakiki. Sejak tahun 1997 hingga 2000 saya
"klesodan", mengabdi dan berguru kepada Pak Aufa. Guru pertama yang
mengenalkan kepada saya bentuk kaidah, ruh huruf bahkan kehidupan dari
kaligrafi itu sendiri.
Dari pagi sampai subuh saya terjaga mengikuti
setiap arahan dan nasehatnya. Ini yang sangat sulit untuk diikuti
barangkali oleh mudid -murid Pak Aufa yang lain pada waktu itu. 3
tahun hampir saya tidak pernah tidur malam saat mengabdi dan berguru
kepada Pak Aufa di Sanggar Annur. Mulai dari membuat sketsa kaligrafi,
berkarya dari berbagai bahan dan media seperti melukis kaligrafi di
kanvas, membuat kaligrafi kuningan, mengolah kaligrafi stereofoarm
hingga "booming" pada saat itu, bahkan berkah pengembangan kaligrafi
streofoarm dari hasil kreasi Kakak Senior dan Seperguruan di Grista
Annur Mas Turmudzi El Faiz, kemudian oleh Pak Aufa menyuruh saya
bersama sahabat karib saya H. Purwanto Zain untuk pengembangkan dalam
bentuk yang berbeda.
Sekarang saya baru tahu bahwa kehidupan
kaligrafilah yang sesungguhnya ditiupkan kedalam diri saya oleh Pak
Aufa. Saya memahami Pak Aufa bukan hanya dari tulisan Kaligrafinya atau
dari
perilaku hidupnya yang nyaris memang jarang sekali tidur malam tapi
justru saya mengenalnya dari jalan sunyi yang ditempuhnya (nyufi). Waktu
malamnya dihabiskan untuk terus berkarya entah menulis buku kaligrfafi
sampai subuh, menulis kitab, menulis tafsir Al Quran terjemahan jawa,
juga menulis Al Quran raksasa yang sekarang disimpan di Masjid Agung
Kudus, Jawa Tengah.
Pak Aufa berjalan kaki menjauh dari segala
sesuatu yang mungkin semua orang di muka bumi mengejarnya. Ia menyebut
seluruh keputusannya itu dengan idiom “kehidupan Kaligrafi”. Saya
mengenalinya sebagai “zuhud”: Meninggalkan kesibukan yang bersifat
pribadi dan mementingkan untuk kebutuhan orang lain ( muamalah).
Ini dibuktikannya dengan setia setiap saat mengajar kaligrafi, menelaah
setiap karya murid -muridnya, mengadakan semacam pembinaan kaligrafi dan
juga pameran kaligrafi di mana -mana.
Jauh sebelum Indonesia
mengenal Kaligrafi, sebelum ada sanggar dan Pesantren Kaligrafi, Pak
Aufa sudah begitu berkilau, Masyhur namanya bukan hanya berprestasi
berkali -kali pada event Nasional juga Internasional tapi juga berhasil
mencetak kader -kader yang tersebar di penjuru indonesia.
Sungguh
Saya adalah salah satu dari Muridnya yang menyaksikan keikhlasan,
ketulusan dan pengabdiannya yang begitu besar untuk cikal bakal
perkembangan Kaligrafi Al Quran di Indonesia.Semoga selalu menjadi
tokoh yang menginspirasi meskipun kini Pak Aufa telah tiada disisi kita
semua.Langitpun ikut muram meneteskan gemuruh tangis hujan pada Hari:
Rabu, Jam: 17.50 WIB Tanggal: 29 Robi'ul Awwal 1433 H/ 22 Februari 2012
M, Pada Usia 54 Th Pak Aufa menutup usia.
Satu hal yang paling
berharga selain ilmu yang Pak Aufa berikan bagi hidup saya adalah kado
Doa dengan memberikan tambahan nama kepada saya yang semula nama saya
hanya " Jasiri" kemudian atas peran Pak Aufa membicarakan kepada orang
tua saya sehingga menjadi " Muhammad Assiry Jasiri Al Khatthath "
Apa yang dilakukan oleh Pak Aufa adalah bagian dari doa seorang guru
kepada muridnya agar saya bisa meneruskan estafet perjuangannya yang
besar.
Tak kan pernah habis bisa saya tuliskan tentang Pak Aufa.
Air mata saya bercucuran karena tak mampu mengenang kebesaran dan
ketulusannya sebagai Guru. Kini para kader kaligrafi Jateng harus
berbenah meneladani sekaligus membakar kembali semangat yang pernah
dikobarkan oleh Pak Aufa. Setelah kepergiannya kaligrafi Jawa Tengah
telah "mati suri" bahkan terombang -ambing bak buih ditengah samudera
kaligrafi.
Illustrasi: KH.M. Nur Aufa Shiddiq.
TTl : Kudus 22 April 1957
Alamat : Langgar Dalem 21 Kota Kudus
Pekerjaan : Guru Kaligrafi
Istri : Noor Umamah
Ayah : Sjoehoed Siddiq
Ibu : Badriyati
Anak : Yazid Husain & Nila Sofiana
Organisasi :
1. Asosiasi Kaligrafi Internasional
2. Pengurus Cabang Nu Kabupaten Kudus
3. Dewan Hakim Tahsimul Khath Tk Nasional
4. Pembina Kaligrafi Prop. Jawa Tengah
Prestasi :
1. Juara 1 Kaligrafi Nasional Th 1988 di Bandar Lampung
2. Juara 1 Festival Istiqlal I tahun 1991 di Jakarta
3. Juara 2 Festival Istiqlal II tahun 1995 di Jakarta
4. Juara Saguhati Tingkat Asia tahun 1992, 1994, 1996 di Brunei Darussalam
Karya :
1. Ornamen-ornamen hiasan kaligrafi di Masjid Agung Kudus
2. Ornamen-ornamen hiasan kaligrafi di Masjid Agung Jawa Tengah
3. Ornamen-ornamen hiasan kaligrafi di Masjid Agung Baiturrahman
4. Buku Pedoman Kaligrafi Tahsinul Khath
5. Mushaf Al Quran Raksasa
Motto Hidup : “Dengan seni hidup ini semakin indah”
Hobby : Nulis Kitab dan Nulis Al Qur an
Respon Cepat