Assiry gombal mukiyo, 06 Februari 2015
Kehidupan yang dinamis selalu mengusung perubahan. Perubahan dekat
dengan adaptasi. Beradaptasi berarti menunjukkan eksistensi dalam
realitas. Berubah berarti beradaptasi tanpa kehilangan identitas. Bukan
yang kuat yang bertahan, tetapi yang adaptif. Perubahan adalah bukti
kehidupan kita . Manusia yang hidup akan selalu berubah; karena
saesungguhnya perubahan memberikan harapan. Kelangsungan hidup mustahil
tanpa perubahan, dan mereka yang tidak dapat mengubah pikiran mereka,
tata kelola maupun cara hidup, tidak dapat mengubah apapaun dalam
kehidupannya maka suada pasti dia akan musnah di landa kegersangan
dirinya sendiri. Perubahan biasanya membawa pembaharuan. Segala sesuatu
harus berubah untuk sesuatu yang baru, untuk sesuatu yang menantang.
Perbedaan gaya berpikir sangat mempengaruhi sikap seseorang terhadap
perubahan.Setidaknya ada dua sikap yang akan muncul, yaitu reaktif dan
kreatif. Sikap yang reaktif cenderung menolak perubahan, tersinggung,
curiga, berpikir sempit, iri, dengki, berfikir cabul, jumud, cemburu dan
sebab-akibat. Sedangkan sikap yang kreatif cenderung mendorong
perubahan, obyektif, berpikir positif, wawasan luas, penuh ide
cemerlang, idealis, motivasi tinggi, energetik, intelektual dan
berorientasi.
Tidak seperti kupu-kupu, manusia enggan untuk
berubah. Keengganan untuk berubah karena perubahan bukan datang dari
diri orang tersebut, menganggap bahwa perubahan itu justru mengganggu
rutinitas, takut sesuatu yang baru, tujuan yang tidak jelas, takut
gagal, menuntut pengorbanan yang besar, sudah puas dengan kondisi
sekarang, pikiran-pikiran negatif, pemimpin yang tidak berintegritas,
kecemasan seorang atasan, perubahan berarti kehilangan, perubahan
menuntut tambahan komitmen, berpikir sempit dan terperangkap dalam
tradisi.
kita cenderung stagnan dan monoton sementara
hak
bercinta para hamba dengan Allah mereka ditutupi oleh ujub riya pamrih
nafsu Negara, sistem, budaya kebebalan, syahwat keduniaan yang dibungkus
surban, peci dan gamis. Singkatanya kita terjebak oleh simbol - simbol
keislaman dzahir belaka. Kita nyaris dihadang oleh kapitalisme, tipudaya
kependidikan peradaban, Ustadz-Ustadz produk industri TV,
kepongahan-kepongahan pengajian yang hannya mengedepankan ritualitas
tanpa makna,
kejumudan forum ta’lim, perusahaan dzikir, pencerahan, kursus sholat
khusu yang goblog, bisnis sedekah yang mengiming -imingkan atas hasil
yang berlipat -lipat, serta beribu macam bentuk kemiskinan pikiran,
penyakit jiwa dan kesunyian hati yang dicerdas -cerdaskan, dihebat
-hebatkan oleh kepongahan dan ketololan diri sendiri.
Semoga kita
dibukakan gerbang rahasia cahaya kesejatian kerajaan langit, biar kita
selalu bermetamorfosis. Tidak lagi menjadi manusia yang hanya sanggup
berjualan surban, peci, serban, labelling Kiai, Ustadz, Habib, Gus.
Sehingga menyingkirlah semua Kiai sejati, Ustadz sejati, Habib dan Gus
sejati, guru -guru sejati, Kiyai sejati, Pastor sejati, Bhiku sejati,
atau apapun dalam hidup kita yang selalu bermuara pada kesejatian karena
Allah yang memelihara maqam derajat mereka dengan rasa jijik dan
kesedihan yang mendalam atas semakin memudarnya kemanusiaan,
mendangkalnya nilai dan menyempitnya pandangan hidup yang benderang.
Respon Cepat