Assiry gombal mukiyo,29 Mei 2015
Saya masih melihat di kalangan pemuda dan mahasiswa Indonesia,
mayoritas berfikir mengawang-ngawang, hanya kelihatan indah di tataran
diskusi, tapi kosong dalam tataran praksis. Berteriak mau membangun
Indonesia, tapi ketika ditanya dengan cara apa jawabannya ngelantur
tidak jelas.
Baik yang di dalam maupun luar negeri, yang
dibutuhkan Indonesia itu bukan wacana belaka, sejak jaman sukarno wacana
yang "ndakik-ndakik" pun sudah ada. Yang penting adalah bagaimana
membuat rakyat cukup makan minum, sandang papan, dan pendidikan, itu
saja.
Jangan mau dibodoh-bodohi oleh para bule dengan kapitalisme
hegemoninya, jangan mau ditipu oleh para bandit pribumi dengan agama
dan ketokohannya, jangan mau pula ikut arus puja- puji atas orang yang
berpangkat atau yang dituakan. Generasi baru harus independen dan
progresif, sudah ada contoh mudah dan berhasil seperti Malaysia,
Singapura, atau Taiwan. Pelajari metodenya, segera terapkan di
Indonesia. Anjing-anjingkan itu para bajingan birokrat yang tidak segera
menerapkannya.
Adalah absurd, kalau generasi tua disingkirkan, tapi
generasi mudanya punya mindset yang sama. Kalau dalam 10-20 tahun
Indonesia masih sama-sama saja, kesalahan terbesarnya terletak di
kebodohan para pemuda dan mahasiswa.
Disaat banyak orang bangga
dengan gelar Sarjana, Master, Doktor, Profesor, Haji, dan sebagainya
sampai dipajang di undangan pernikahan, kartu nama, atau media sosial
bahkan rela membayar mahal untuk ijazah palsu seperti yang marak menjadi
pemberitaaan.
Di Silicon Valley dan masyarakat teknopreneur pada
umumnya, kamu baru hebat kalau bisa menembus Universitas terbaik dunia
seperti Stanford atau Harvard, tapi dengan gagah berani "drop out" untuk
memulai usaha sendiri/ wiraswasta mengubah dunia dengan sains dan
teknologi. Gelar itu sama sekali tidak penting, yang jauh lebih penting
adalah kecerdasan dan keberanianmu bisa mandiri tanpa bergantung dengan
kuliyahmu, apapun profesi dan keahlianmu maka itulah sebenarnya nanti
yang sanggup menjadi ladang emasmu.
Bahkan penggede Silicon
Valley seperti Elon Musk, Mark Zuckerberg, Bill Gates sedang berusaha
keras merevolusi pendidikan dunia, pendidikan yang progresif
membebaskan, bukan yang elitis mengungkung kreatifitas.
Peter Thiel
menawarkan 100 ribu dollar kepada siapapun anak muda cerdas yang berani
dan punya ide brilian merubah dunia untuk keluar dari Harvard, Stanford,
dsb.
Kuliah itu penting, sekolah itu penting, tapi kalau kamu
cerdas dan berani, taklukkan sekolah dan ubah dunia dengan kecerdasan
dan keberanianmu jangan cuma jadi cecunguk di Kampusmu.
Jangan
juga seperti Mahasiswa ITN yang ramai diberitakan banyak media bukan
karena prestasinya tapi lantaran beredarnya foto-foto proses pelaksanaan
Orientasi Kemah Bakti Desa di kawasan Goa Cina, Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Malang, Jawa Timur, atau semacam OSPEK yang digelar jurusan
Planologi ITN sehingga "kesadisannya" merenggut nyawa Fikri Dolasmantya
Surya.
Peserta diinjak-injak saat disuruh push up. Lalu dipukul
pakai sandal, dan benda lainnya yang dipegang panitia. Bahkan ada
peserta OSPEK lainnya yang disuruh berhubungan layaknya suami istri,
meskipun itu dilakukan laki -laki dengan sesama lelaki.
Aksi brutal
lainnya yang dilakukan panitia Ospek ITN, adalah adanya beberapa
mahasiswi yang disiram air bawang hingga mata mereka melepuh.
Memangnya pelajaran dan pendidikan macam apa yang mau diberikan
kampus-kampus di seluruh Negeri ini kepada para Mahasiswanya kalau masih
saja mengadakan OSPEK dengan cara -cara cabul dan kekerasan?
Respon Cepat