Assiry gombal mukiyo, 23 Oktober 2015
Sebelum saya "urun
rembug" soal hari Santri yang menuai pro dan kontra, saya justru sedih
karena hampir semuanya punya hari khusus yang setiap tahun dirayakan.
Tapi dari sekian hari yang diresmikan pemerintah menjadi hari yang
spesial itu, ternyata hari Bapak sampai kapanpun tidak akan pernah
dirayakan. Karena bagi bangsa ini seorang Bapak bukan sesuatu yang
primer dalam kehidupan kita.
Jadi tidak perlu dirayakan atau
dihormati sebagai hari Bapak. Padahal hari ibu dan hari anak sudah lebih
dulu disyahkan untuk setiap tahun dirayakan. Anggap saja Hari Bapak memang tidak penting untuk kita diskusikan diforum apapun.
Tapi
saya kadang tersenyum sendiri, bahkan tiba -tiba terkekeh. Bagaimana
tidak, lha Wong cuma hobi ngumpulin perangko saja dibikinkan
hari spesial, hari felateli. Lalu bagaimana perasaan elemen-elemen
bangsa yang lain, yang tidak hobi koleksi perangko? Ada berapa banyak
kolektor gantungan kunci, kolektor korek zippo, dan lebih-lebih lagi
kolektor batu akik, kolektor barang antik, yang dapat dipastikan bakal
merana sekali karena tidak dibikinkan hari khusus oleh negara?
Mungkin perlu juga diresmikan oleh negara hari korupsi, bukan hari anti
korupsi. Karena sesungguhnya korupsi ini menjadi salah satu budaya kita
yang paling trend abad ini. Pejabat itu ngga afdhal jika ngga korupsi.
Kita justru bangga jika anak kita bisa menjadi pegawai negeri dengan
cara membayar sekian ratus juta. Diwarung -warung kopi kita ceritakan
kepada sanak dan kolega tanpa merasa itu perbuatan dosa. Perilaku inikan
sama saja berpeluang menumbuh suburkan bibit -bibit korupsi.
Sudahlah, Bapak-Ibu dari kalangan Muhammadiyyah dan lainnya yang tidak
setuju hari Santri, tidak perlu "kenceng-kenceng" lah menolak Hari
Santri yang oleh Pemerintah ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2015.
Spiritnya toh keren. Inilah bentuk apresiasi tinggi kepada para ulama
yang memfungsikan ajaran agama untuk menghadapi tantangan jaman. Ketika
di tahun 1945 tantangannya adalah kekuatan militer penjajah, ya itu dia
yang harus digasak dengan Resolusi Jihad. Dengan spirit yang sama,
mestinya sekarang Hari Santri bisa direvitalisasi lagi untuk jihad-jihad
kekinian yang lebih sesuai dengan dinamika era digital. Karena jihad
itu tidak selalu mengangkat senjata.
Santri bukan hanya bisa
"sarungan" tapi mampu berkiprah untuk kemajuan dunia. Santri yang
dikenal sebagai pribadi yang "culun" kini harus bisa
mengembangkan ilmu pengetahuan juga penguasaan teknologi agar hidup ini
makin harmoni.
Menurut tokoh Muhammadiyah Prof. DR. Abd. Munir
Mulkhan, tipologi orang muhammadiyah tidak sama, melainkan ada 4, yaitu :
(1) MuhLas/ Muhammadiyah ikhlas (yang mengklaim pemurni akidah yang
cenderung Wahabi, dan ceramahnya keras-keras), (2) MuAh, yaitu
Muhammadiyah Ahmad Dahlan, yang bermadzhab Syafi'i, misalnya pake qunut,
dll. dan berfaham moderat, (3) MuHar, yaitu Muhammadiyah Marhaenis,
kelompok abangan yang gabung dan menyukai kiprah sosial Muhammadiyah,
walau mereka tdk begitu religius (4) MuNu, yaitu Muhammadiyah NU, yang
mana secara organisasi ikut Muhammadiyah tapi secara amaliyah keagamaan
ikut NU, seperti tahlilan, yasinan, dziba'an, tawassulan, dll. Nah tipe
MuhLas saja yang nampaknya kurang setuju dgn Hari Santri, sedangkan tipe
MuAh, MuHar dan MuNu setuju- setuju saja, apalagi yang MuNu.
Kata santri sebenarnya terdiri dari 4 huruf arab (sin, nun, ta', ra').
KH. Abdullah Dimyathy (alm) dari Pandegelang- Banten,
mengimplementasikan kata santri sesuai dengan fungsi manusia. 4 huruf
tersebut yaitu :
Sin. Yang artinya "satrul al aurah" (menutup
aurat) sebagaimana selayaknya kaum santri yang mempunyai ciri khas
dengan sarung, peci, pakaian koko, dan sandal ala kadarnya sudah barang
tentu bisa masuk dalam golongan huruf sin ini, yaitu menutup aurat.
Namun pengertian menutup aurat di sini mempunyai 2 pengertian yang
keduanya saling ta'aluq atau berhubungan. Yaitu menutup aurat secara
tampak oleh mata (dhahiri) dan yang tersirat atau tidak tampak
(bathini). Menutup aurat secara dhahiri gambarannya susuai dengan
gambaran yang telah ada menurut syari'at Islam. Mulai dari pusar sampai
lutut bagi pria dan seluruh tubuh kecuali tangan dan wajah bagi wanita.
Gambaran tersebut merupakan gambaran yang sudah tersurat atau
aturan-aturan yang sudah jelas dalam syari'at. Namun satu sisi yang
kaitannya makna yang tersirat (bathini) terlebih dahulu kita harus
mengetahui apa sebenarnya tujuan dari perintah menutup aurat.
Nun. Yang berarti "na'ibul ulama" (wakil dari ulama). Dalam koridor
ajaran Islam dikatakan dalam suatu hadits bahwa : "al-ulama warasul
ambiya' (ulama adalah pewaris nabi). Rasul adalah pemimpin dari ummat,
begitu juga ulama. Peran dan fungsi ulama dalam masyarakat sama halnya
dengan rasul, sebagai pengayom atau pelayan ummat dalam segala dimensi.
Tentunya di harapakan seorang ulama mempunyai kepekaan-kepekaan sosial
yang tahu atas problematika dan perkembangan serta tuntutan zaman akibat
arus globalisasi dan modernisasi, serta dapat menyelesaikannya dengan
arif dan bijak atas apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Kaitannya
dengan na'ibul ulama, seorang santri di tuntut mampu aktif, merespon,
sekaligus mengikuti perkembangan masyarakat yang diaktualisasikan dalam
bentuk sikap dan perilaku yang bijak. Minimal dalam masyarakat kecil
yang ada dalam pesantren. Sebagaimana yang kita tahu, pesantren
merupakan sub-kultur dari masyarakat yang majemuk. Dan dengan didukung
potensi yang dimiliki kaum santri itulah yang berfungsi sebagai modal
dasar untuk memberikan suatu perubahan yang positif sesuai dengan yang
di harapkan Islam.
Ta'. Yang artinya "tarku al-ma'shi"
(meninggalkan kemaksiatan). Dengan dasar yang dimiliki kaum santri,
khususnya dalam mempelajari syari'at, kaum santri diharapkan mampu
memegang prinsip sekaligus konsis terhadap pendirian dan nilai-nilai
ajaran Islam serta hukum adab yang berlaku di masyarakatnya selagi tidak
keluar dari jalur syari'at. Kaitannya hal tersebut yaitu seberapa jauh
kaum santri mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan dan sejauh
mana pula ia memegang hubungan hablum minallah dan hablum minannas,
hubungan horizontal dan vertikal dengan sang khaliq dan sosial
masyarakat. Karena tarku al-ma'shi tidak hanya mencakup
pelanggaran-pelanggaran hukum yang telah ditetapkan-Nya, tetapi juga
hubungan sosial dengan sesama mahluk, baik manusia ataupun yang lain.
Ra'.
Yang artinya "raisul ummah" (pemimpin ummat). Manusia diangkat
sebagai khalifatullah di atas bumi ini. Sebagaimana diterangkan dalam
firmanNya "
inni ja'ilun fil ardhi khalifah" (QS. Al-Baqarah : 30)
"Sesungguhnya aku ciptakan di muka bumi ini seorang pemimpin." Pemimpin
itu menjadi pelayan untuk rakyatnya bukan dilayani.
Santri-santri yang sukses meraih kesuksesan kedepan butuh kemandirian
dan kemerdekaan dalam berfikir, yang tidak diperoleh dalam ruang
pendidikan formal saja. Karena pendidikan formal sekarang ini cenderung
menjadi sarana meraih gelar formal belaka.
Pendidikan formal dewasa
ini sudah semakin jauh dari essendi pendidikan yang sebenarnya.
Pendidikan formal diciptakan hanya untuk memenuhi kebutuhan industri,
karena itu, jika ingin sukses harus mampu menimba ilmu di luar
pendidikan formal.
Teruslah maju para santri........kibarkan sarungmu hingga tidak ada lagi yang merendahkanmu !
Illustrasi:
Santri -santri Pesantren Seni Rupa dan Kaligrafi Quran PSKQ Modern Kudus Jawa Tengah saat belajar di ruang ekspresi.
Respon Cepat