Selamat Datang di assiry.kaligrafi-masjid.com , kami ahlinya membuat kaligrafi masjid dan karya seni rupa yang lain, silakan anda lihat karya-karya kami, besar harapan bisa bekerja sama dengan anda.

assiry.kaligrafi-masjid.comadalah buah karya dari Muhammad Assiry Jasiri, seorang seniman dari kota Kudus. Sejak kecil, ia sudah terlihat bakatnya dalam bidang seni. Bakat tersebut semakin terasah seiring bertumbuh remaja di bawah bimbingan para guru kaligrafi ternama di Kudus. Kemudian ia hijrah ke Jakarta dan belajar ilmu seni rupa kepada kakak kandungnya, Rosidi. Kini, segudang prestasi kaligrafi telah ia raih baik di tingkat Nasional maupun di Asia tenggara (ASEAN). Sudah begitu banyak pula masjid/musholla, gedung, maupun kediaman pribadi yang sudah tersentuh goresan tangannya.

Melalui gubug online ini, kami berharap bisa memberi inspirasi anda dan dengan senang hati kami siap melayani semua kebutuhan akan seni rupa dan kaligrafi, desain artistik, serta beragam produk kerajinan khas Indonesia dengan desain eksklusif.

AKHLAQ

Assiry gombal mukiyo, 02 November 2015


Akar kata ‘AKHLAQ’ dalam bahasa ‘Arab adalah ‘kholaqo’ (masdar tsulastsy) yang merupakan akar pula kata-kata ‘kholiq’, ‘kholq’ dan ‘makhluq’. ‘kholaqo’ sendiri berarti menciptakan. Ketiga buah kata ‘Kholiq’, ‘Akhlaq’ dan ‘makhluq’ merupakan kata yang saling berhubungan erat.

Akhlaq bukanlah semata-mata sopan santun, etika, atau moral. ‘Akhlaq’-pun tidak terlepas dari definisi secara syar’i. “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (makaarima ‘l-Akhlaaq).”

Disitu digunakan kata akhlaq-nya menggunakan Alif-lam yang sama dengan ‘the’ dalam bahasa Inggris, jadi sudah spesifik apa yang dimaksud dengan Al-Akhlaaq disitu, dan tentunya bukanlah semata-mata etika, sopan santun atau moral. Ibunda ‘Aisyah ra menerangkan: “Adalah akhlaq beliau (RasululLaah SAW) itu Al-Qur’an.” Al-Qur’an telah menegaskan pula bahwa:”Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlaq mulia (khuluqin ‘adhiim).” (QS. Al-Qolam:4).

Bisa dipahami bahwa Al-Akhlaaq, sebagaimana Islam itu sendiri, bersifat menyeluruh dan universal. Ia merupakan tata nilai yang memang diset-up oleh Al-Khaliq bagi manusia untuk kemudahannya dan kesejahteraannya dalam menjalankan missi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Ia merupakan tata nilai yang selalu selaras dengan fitrah kemanusiaannya dan sudah pasti sinkron/nyambung dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Untuk urusan yang kecil dan sepele saja kita lebih suka membesar-besarkan perbedaan dibandingkan persatuan dan ukhuwah ummat. Bahkan sesama ummat Islam sendiri lebih sibuk menabur fitnah dan sibuk mengorek-ngorek perbedaan furu'iyyah sehingga keharmonisan kita sesama saudara seiman menjadi terkoyak.

Letak persoalannya adalah karena Ilmu lebih dikedepankan daripada akhlaq/adab.  Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy
"تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم"
“Pelajarilah adab( akhlaq) sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana yang dinasehatkan oleh Yusuf bin Al Husain:
بالأدب تفهم العلم
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”

Saya sendiri tidak pernah sependapat ketika ada pengelompokan antara ini ilmu agama dan itu ilmu umum. Padahal semua ilmu itu pokokny juga adalah "ulumuddin" jika ilmu itu selalu bermuara dan setiap pengetahuan itu disandarkan kepada sumbernya yakni Allah. "Al ilm minallah".

Kita sekarang lebih sibuk mempelajari ilmu apa saja baik dikampus maupun di pesantren, sampai lupa mempelajari adab.

Tidak sedikit orang yang sudah mapan ilmunya, banyak mempelajari tauhid, fikih dan hadits, dan keterampilan dan keahlian lainnya namun tingkah laku kita terhadap orang tua, kerabat, tetangga dan saudara muslim lainnya bahkan terhadap guru sendiri jauh dari yang dituntunkan oleh para ulama.

Tidak sedikit pula beberapa murid yang berani mencemooh dan menggunjingkan gurunya dibelakang, tidak menjunjung nilai etika. Padahal keberkahan ilmu itu terletak kepada ridho dan kerelaan Sang Guru.

Selalu meminta restu dan doa Guru ketika hendak melanjutkan belajar ditempat lain itupun adalah bagian dari adab yang diteladankan oleh ulama -ulama dahulu. Tidak heran jika ilmu yang mereka dapatkan berlimpah keberkahan dan berbuah kemanfaatan. Itu baru soal adab atau akhlaq dalam menuntut ilmu belum yang lainnya.

Coba lihat saja kelakuan sebagian kita terhadap orang yang beda pemahaman, padahal masih dalam tataran ijtihadiyah. tidak ada yang mau mengalah, sampai menganggap pendapatnya yang paling benar dan celakanya menuding faham lain yang tidak sejalan dengan kata-kata kafir, sesat, bid'ah, syirik dan semacamnya.

Padahal para ulama sudah mengingatkan untuk tidak meninggalkan mempelajari masalah adab dan akhlak.
Menukil nasehat Ibnul Mubarok
"تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين"
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”.
Semoga kita selalu dihiasi oleh Allah sebagai manusia yang tidak hanya bisa "ngemong rogo"( mempercantik raga), tapi juga "ngemong jiwo"( memperbaiki jiwa). Amiiin.
Close Menu