Assiry gombal mukiyo, 28 Maret 2017
Tambah riuh-gemuruh debur dan gelora yang membuncah dalam berkaligrafi
di tahun-tahun terakhir ini mendorong dan didorong kreativitas menggebu
para pelkuis kaligrafi Islam kontemporer yang mencerminkan
kecenderungan rata-rata sikap batin dan pikiran mereka yang ingin terus
mengolah dan mengasah bentuk -bentuk kaligrafi dengan memadukan kedalam
lukisan kaligrafi yang sudah ada dan menggubahnya menjadi lebih bebas
dan berbeda dari bentuk bakunya.
Inilah yang dilakukan oleh
karib juga guru dan teman seperjuangan waktu masih di Sanggar kaligrafi
Annur yang didirikan KH.Nur Aufa Shiddiq alm, yakni Ustazuna H.Purwanto
Zain S.Pdi yang sekarang juga melanjutkan S2 Tarbiyyah di STAIN Kudus
ini. Ia begitu tekun siang malam mengasah terus gaya -gaya baku
kaligrafi. Seperti dalam karyanya yang diberi judul "Surga Al Fatihah"
ini, menujukkan eksistensi dan puncak estetika dalam ia mengolah antara
bentuk huruf dengan background yang analog dan harmoni sekali. Ia
melakukan gebrakan demi gebrakan pembebasan huruf dari khath Diwani
dengan membentangkan dan merubah bentuk aslinya huruf alif menjadi
sangat unik. Ia menyebutnya sebagai Madzhab Gaya Diwani zaini.
Saya
seperti memasuki alam bathin yang begitu teduh, mengalun lembut Suara
desah syahdu bidadari dengan desiran angin surga yang menentramkan jiwa.
Kiranya begitulah gambaran yang saya rasakan ketika melihat, menatap
dan menikmati indahnya lukisan "Kang Haji" begitu saya memanggilnya.
Seolah -olah saya ingin bersemayam disana.
Contoh paling mencolok adalah lukisan kaligrafer Tunisia Naja
al-Mahdawi yang saban hari berujicoba huruf lebih dari 13 jam secara
tekun. Di antara ungkapan-ungkapannya yang paling “berani” dan sinthing
adalah:
“Huruf bagi saya adalah material hidup, yang darinya saya
olah apa saja sekehendak saya” “Dalam teknik mengolah seni saya, saya
kembali ke warisan secara alamiah, namun saya musti keluar darinya.
Kalau tidak, saya akan mati di sana”.
Sikap Naja al-Mahdawi
mencerminkan pandangan perlunya pengembangan huruf-huruf supaya tidak
statis, karena huruf-huruf itu sendiri menawarkan kelenturan luar biasa.
Sudah pasti sikap revolusionernya, yang oleh Charbal Dagir disebut
“permainan gila” (al-la’bah al-majnunah), tidak terlepas dari pergaulan
kesehariannya dengan model-model kreasi lukis gaya kontemporer Eropa.
Tata pergaulan semacam ini oleh kaligrafer muslim kontemporer, Hassan
Massaoud yang puya pergaulan erat dengan kehidupan seni Barat di
Perancis, dianggap sangat menentukan. Ia bahkan menyebut tentang
“tatacara melindungi kaligrafi supaya terpelihara”, yaitu dengan
menempatkan sang kaligrafer di tengah masyarakat. Tidak dapat disangkal,
jika masyarakat sepergaulannya adalah para perupa Barat, maka akan
lahir darinya adalah kreasi yang bergaya atau dipengaruhi gaya Barat.
Istilah “lukisan kaligrafi” biasanya digunakan untuk membedakannya dari
“kaligrafi murni” atau “kaligrafi klasik” yang berpegang pada kaedah
khattiyah seperti Naskhi, Tsuluts, Farisi, Diwani, Kufi dan Riq’ah.
Lukisan kaligrafi acap dihubungkan dengan rupa-rupa teknik penggarapan
karya secara keseluruhan, seperti teknik batik, teknik grafis, teknik
ukir kayu, teknik logam dan lain-lain dalam media dan peralatan (seperti
cat minyak atau akrilik) yang beragam pula. Hasil garapan yang
memadukan huruf dengan latar belakangnya membentuk sebuah lukisan yang
utuh, tidak hanya tulisan terpisah.
Oleh karena itu, pengertian
“lukisan” kaligrafi Islam di Indonesia tidak selalu menunjuk kepada
pembagian gaya-gaya kaligrafi dalam arti huruf seperti kriterium
al-Faruqi. Fokus “lukisan kaligrafi” di Indonesia “tidak hanya selesai
pada huruf”, tetapi kehadirannya memang sebagai lisan dalam arti yang
sesugguhnya, seperti dikemukakan pelukis kaligrafi Islami, Syaiful
Adnan. Kritikus seni rupa, Dan Suwaryono menandaskan, bahwa lukisan
kaligarfi Islami pada dasarnya ditopang dua unsur elemen seni rupa,
berupa unsur-unsur fisiko plastis (berupa bentuk, garis, warna, ruang,
cahaya, dan volume) di satu pihak, sedangkan di pihak lain
tuntutan-tuntutan yang cenderung ke arah ideo plastis (meliputi semua
masalah yang secara langsung ataupun tak langsung berhubungan dengan isi
atau cita perbahasaan bentuk). Dalam ungkapan yang lebih mudah, bahwa
lukisan kaligrafii di Indonesia tidak hanya menampilkan sosok huruf yang
dilukis, tetapi sebuah lukisan utuh di mana huruf menjadi salah satu
elemennya.
Maka, lukisan kaligrafi Islam yang berkembang di
Indonesia sangat kaya varisasi, karena integral dengan rupa-rupa huruf
tanpa memandang gaya alirannya. Baik gaya kontemporer ataupun klasik
baku, semuanya dapat menjadi obyek garapan.
Kini, bukan hanya para
alumnus perguruan seni rupa, bahkan para pelukis dan khattat yang tidak
memiliki disiplin pendidikan seni rupa pun banyak yang terjun ke
“permainan” seni lukis kaligrafi gaya baru ini. Siapa saja bahkan anak
saya Sulthan Katiby Al Hakim yang masih berusia 6 tahun sudah asyik
sekali melukis dan mewarnai kaligrafi dengan nuansa dan pilihan warna
yang kelihatan bebas tetapi tetap indah untuk ukuran anak seusianya.
Dalam ragam bentuk pembebasan Kaligrafi Islam ini Ustaz H.Purwanto Zain
termasuk salah satu pelukis dan Kaligrafer yang mampu mendobrak
kemapanan kaidah baku khath. Dalam peta seni rupa Islam kontemporer, ia
juga termasuk sudah ikut andil memberikan sumbangsih yang sangat besar
dan telah menimbulkan maraknya kegairahan berkreasi dikalangan pelukis
dan kaligrafer khususnya di Jawa Tengah. Munculnya gaya kontemporer,
sungguhpun menimbulkan tanggapan pro-kontra, memberikan isyarat semakin
meningkatnya pencarian gaya-gaya baru untuk lebih melengkapi gaya-gaya
masa lalu.
Meminjam kata penyair India Rabindranath Tagore,
al-khattat Kamil al-Baba dari Libanon menulis dalam bab “al-Jadid fi
Dunya al-Khath” (Yang Trendy dalam Dunia Kaligrafi), bahwa perkembangan
adalah sunnatullah dan hanyalah satu bagian dari hukum alam yang
berputar. Perkembangan adalah cermin kekekalan, seperti halnya stagnasi
atau jumud, adalah sebab pokok yang memperlekas fana. Dan kaligrafi, dia
adalah “lukisan huruf”, posisisnya tidak pernah mandek, bahkan terus
berkembang menyusuri waktu. Perkembangan yang juga disusuri kaligrafi
Islam kontemporer.
Semoga terus menginspirasi Dunia Kang Haji Purwanto Zain. Amiiin.
==========================================================
- Hari ini Selasa 28 Maret 2017 pukul 10.00 Wib, saat berkunjung dan
ngangsu kawruh mencari dan mereguk tetesan ilmu di Galery Asta Qalam
milik H.Purwanto Zain, Honggosoco, Kudus.
Respon Cepat