Assiry gombal Mukiyo, 27 Oktober 2014
Hidup ini tidak
tergantung anda kaya atau miskin, tidak tergantung anda sarjana atau
bukan, tidak tergantung anda itu hebat atau tidak hebat, (tapi)
tergantung pada ketepatanmu meletakkan diri- dirimu di depan Tuhanmu.
Kalau engkau tepat meletakkan diri maka anda hidup dalam tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama. Prioritas utama dalam hidup ternyata adalah bagaimana memiliki posisi yang setepat mungkin di hadapan Tuhan.
Pikiran kita kemudian diarahkan kepada sesuatu yang semestinya dan
tidak dihabiskan untuk terbebani oleh sesuatu yang tidak layak menjadi
beban. Berkonsentrasilah untuk melayani siapa saja dalam pekerjaan dan aktivitasmu.
Pelayanan kepada sesama adalah sesuatu yang pararel dengan ketepatan meletakkan diri di hadapan Tuhan.
Pelayanan kepada manusia merupakan bukti bahwa hubungan horizontal dan
vertical tidaklah saling menegasikan. Dengan kata lain, bahwa kedekatan
seseorang kepada Tuhan tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak
melayani sesama, sekecil apapun bentuk pelayanan tersebut.
Salam
hormat dan kagum saya kepada sahabat baik saya Sisilia Margaretha,
Seorang Biarawati yang begitu getol dan semangat meneladankan sebuah
makna pelayanan. Melayani siapapun yang membutuhkan, baik yang berbentuk
sosial maupun pendidikan dan lainnya.
Kita cenderung sering
mengedepankan prasangka buruk, bahwa kalau yang melakukan kebaikan itu
bukan seagama dengan kita lantas menyebutnya sebagai modus, atau bahkan
anda cenderung menolaknya karena alasan tertentu yang tidak jelas.
Inilah mindset atau cara berfikir kita yang perlu kita daur ulang(refresh).
Sejauh ia saya kenali, Sisilia Margareta bukan seorang yang dhalim.
Untuk ini bahkan kita juga jangan lupa bahwa tidak sedikit di antara
Kaum Muslimin, yang sudah bersyahadat, yang sudah rutin shalat, berpuasa
dan berzakat, lebih dari itu bahkan sudah berhaji berkali -kali, tetapi
terkadang atau sering, masih juga mereka melakukan kedhaliman ke
sekitarnya.
Jangan memposisikan Tuhan sebagai “tukang karcis”.
Jika Tuhan diposisikan sebagai “tukang karcis”, maka orang akan berdo’a
Tuhan untuk menjadi kaya, pintar, dan hebat (meskipun orang semacam ini
lumayan baik karena masih mengingat Tuhan untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya). Artinya bahwa Tuhan tidak menjadi pertimbangan primer
dalam hidup sehingga seseorang akan meletakkan dirinya sesuai dengan
pertimbangan kekayaan, kepintaran, dan kehebatan tesebut.
Respon Cepat