Assiry gombal mukiyo, 13 Januari 2015
Mari kita
telaah berbagai kejadian pembunuhan atas warga pemeluk Ahmadiyah dah
Syiah di Indonesia oleh mayoritas Sunni, pembunuhan minoritas Syiah oleh
Sunni di Pakistan, perang antara Syiah Sunni di Irak, Mesir dan Syria
dan di masa lalu perang besar antara Katolik dan Protestan yang
berlanjut dengan sedikit banyak kebencian di masa sekarang.
Pertanyaannya adalah jika Nabi Muhammad ditanya , apakah dia Sunni,
Syiah, Ibadi, atau Ahmadiyah? Jika Yesus ditanya apakah dia Katolik atau
Protestan atau Ortodoks? Apakah jika Muhammad ada di bumi lagi kita
akan paksa dia untuk memeluk Sunni atau Syiah atau Ahmadiyah? Akankah
jika Yesus datang kembali kita akan memaksa dia menjadi Protestan atau
Katolik? Ataukah kita akan memaksa Siddharta memilih Mahayana atau
Hinayana?
Dalam beragama kita sering melupakan esensinya.
Muhammad mewariskan Islam kepada umatnya, bukan Sunni, bukan Syiah,
bukan golongan-golongan apapun yang menumpahkan ratusan ribu nyawa.
Yesus mewariskan ajaran cinta kasih Kristiani bukannya Katolik atau
Protestan atau Ortodoks. Tentu ini berlaku untuk semua agama lain.
Bahwa perbedaan penafsiran selalu ada, tapi itu sama sekali bukan
alasan untuk bertengkar apalagi sampai menumpahkan darah. Mari kita
hentikan kebodohan massal ini. Agama telah kita kotori dengan permainan
emosi politik ekonomi , dengan ego individu dan golongan, dengan
kerendahan akal budi.
Saatnya refleksi besar-besaran atas
keberagamaan kita, saatnya menempatkan persaudaraan di atas golongan,
saatnya menempatkan perdamaian di atas nafsu penaklukan, saatnya menjadi
umat Islam yang baik, umat Kristen yang baik, umat Hindu yang baik,
umat Buddha yang baik, umat konghuchu ataupun atheis yang baik.
Perbedaan itu biasa, diskursus itu biasa, tapi semua harus dilandasi
kedamaian cinta.
Respon Cepat