Assiry gombal mukiyo, 10 Februari 2015
Pertanyaan kecil
dalam relung bathin saya, Pendidikan kok "ngurus" masalah keperawanan
dan keperjakaan. Memang korelasinya apa?
Korelasi dari kebijakan
itu sendiri menjadi tidak jelas dengan obyek perempuan yang hendak masuk
ke bangku sekolah. Terus bagaimana dengan calon siswa yang ternyata
juga tidak perjaka? Telah terjadi diskriminasi akbar disetiap segi dan
bidang kehidupan di negeri ini.
Pertanyaannya adalah, jika perempuan tersebut ternyata tidak perawan,
lalu kebijakan apa yang akan dilakukan? Apakah kemudian dilarang
bersekolah di tempat tersebut?
Menjadi hal yang tidak wajar dan sangat mendiskriminasikan perempuan secara membabi buta jika hal tersebut sampai dilakukan.
Teruuuussss...!!! Akankah Berhasil...??? Apakah ada segi postifnya...??
"Mbledos ndasmu", kalau itu jadi dilakukan oleh oknum Pemerintah.
Bukankah sudah bukan rahasia, mulai SMP dan SMA sudah banyak yang tidak
perawan dan perjaka. Lebih baik mencegah dari pada mengungkap siapa
yang tidak perawan atau perjaka.
Tes perawan untuk anak -anak sekolah menurut saya terlalu menyederhanakan masalah yang kompleks.
Satu hal yang menarik bahwa posisi tawar perempuan dalam berpacaran itu
sangat lemah. Kalau tidak mau hubungan seperti itu ( ML ) ya putus.
Ini kecenderungan para remaja sekarang. Pacaran kalau cuma pegangan
tangan menjadi bukan trend lagi, jadul dan mungkin dianggap kuno oleh
remaja sekarang.
Contoh kecil saja misalnya Remaja SMP kelas I,
tidak punya pacar jadi bahan cemooh lingkungannya. Artinya perilaku
pacaran ini bagian dari gaya hidup remaja.
Faktornya lebih
kompleks, dan wacana untuk tes keperawanan itu tidak menyelesaikan
masalah, malahan memberi kesan bahwa perempuan yang justru seolah -olah
selaluuuuuuu...... menjadi sumber masalahnya.
Padahal kalau boleh
jujur jika tidak ada "anu" pria tentu tidak akan terjadi kecelakaan
yang mengakibatkan hilangnya keperawanan seorang gadis yang saya sebut
sebagai "dosa terindah" itu.
Respon Cepat