Assiry gombal mukiyo, 14 Februari 2015
Kalau saya boleh bertanya kepada temen -temen sekalian, kira -kira apa yang akan anda persiapkan untuk menyambut valentine day?
Apakah mempersiapkan kondom sebanyak -banyaknya, mborong berkaleng -kaleng coklat atau apa?
Tidak perlu dijawab cukup disimpan saja jawaban atas pertanyaan saya tersebut.
Inilah fenomena paling hot dan bikin kita "mak nyus" rasanya miris dan
menggelikan bathin kita. Ternyata masih banyak adik -adik remaja kiita
yang belum memahami arti dan substansi dari valentine day. Sehingga
judul tulisan saya ini agak sedikit sarkasme yang seolah -olah
menjelaskan bahwa valentine day atau hari kasih sayang itu ternyata
sudah mengalami "kematian". Apakah demikian ?
Inti segala
sesuatu, itu kasih sayang. Herannya, bentuk hati dan panah menancap
sebagai lambang Valentine tak pernah jadi simbol negara. Bukan lambang
hati dan panah yang dijadikan logo negara. Saya kira tidak ada negara
yang simbolnya Valentine. Padahal, apa pun yang akan jadi polah tingkah
negara harus didasari kasih sayang. Kalau negara akan menghukum
seseorang, siapa pun, dasarnya jangan dendam, tapi pendidikan. Dengan
kata lain, dasarnya adalah kasih sayang.
Tak ada lagi
sesungguhnya yang kita sebut sebagai "kasih sayang". Maka jadilah
seperti kisah-kisah yang mengiris kalbu kita tentang seorang perempuan
di Banyumas yang dihukum karena mencuri tiga biji coklat. Di Situbondo,
seorang lelaki dihukum karena mencuri lima batang pohon jagung buat
sapinya. Seorang anak di bawah umur di surabaya stres karena harus
disidang. Ia duduk di kursi terdakwa karena kenakalannya menyengatkan
lebah pada temannya sesama bocah. Atau seorang Ibu yang sudah renta di
Banten yang duduk di kursi pengadilan karena dituduh mencuri kayu di
pekarangan anak kandungnya sendiri.
Itu hukum yang tak
dipraktikkan atas dasar kasih sayang. Mestinya kasus pencurian coklat
dan jagung cukup dirampungkan dengan cara musyawarah, tanpa acara di
pengadilan. Mestinya baik polisi maupun hakim yang menangani bocah
'penyengat lebah' tidak pakai seragam polisi dan toga. Agar rileks. Agar
kekeluargaan. Agar anak-anak tidak ketakutan sehingga mungkin sampai
"ngompol " dicelana karena tegang.
Atau mbok ya Seorang Ibu di
Banten tersebut yang oleh Pengadilan mestinya disarankan tidak usah lah
menyelesaikan perkaranya dengan jalur hukum cukup dirembug atau
diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Banyak lagi yang tidak bisa
saya sebutkan bukti bahwa kasih-sayang sekarang sudah menjadi barang
langka, padahal setiap saat kita gembar -gemborkan.
Seorang
Muballigh masyhur sekaliber Arifin Ilham tidak perlu mencap kelompok
lain sesat sehingga terkoyaknya nilai -nilai "kasih sayang". Jika
memahami betul tentang konsep Kasih sayang yang oleh Allah dalam kalam
sucinya disebut ( Raufun rahimun). Itu bukan kata saya tapi firman Allah
dalam Al Quran Surat Attaubah ayat 128.
Para Suami yang ribut
-ribut dengan istrinya mbok ya ndak usah diselesaikan di meja pengadilan
atau istri juga ndak perlu repot-repot gugat cerai. Cukup diselesaikan
di meja makan atau di ranjang kan ndak ribut dan ramai padahal
sebelumnya saat honey moon ndak ngajak yang lain, bikin anak juga berdua
tapi giliran ribut ngajak pihak pengadilan untuk ikut menyelesaikan.
Ini lho pentingnya kasih sayang.
Ya, dasar penyelenggaraan negara
haruslah kasih sayang. Dalam segala hal. Jika listrik PLN dijakarta
sekarang dimati-matikan karena banjir tentu harus dasarnya kasih
sayang. Kasih sayang, agar para warga hidupnya tidak lagi ditawan oleh
televisi, internet, dan perlengkapan elektronik lainnya. Agar
suami-istri kembali saling berpadu kasih mengisi kegelapan dan
"menumpahkan" kasih sayang.
Partai-partai ormas besar di
Indonesia juga simbolnya bukan kasih sayang, malah kepala banteng, ini
jelas bukan simbol kasih dan sayang. Yah wajar jika sekarang sering bikin kisruh, nyrudug sana dan nyrudug sini.
Ini karena negara, partai, ormas dan juga tokoh -tokoh agama tidak
diselenggarakan dan menggunakan dasar dalam berdakwah dengan kasih
sayang.
Atau, jangan -jangan karena mereka paham? Paham bahwa
sesungguhnya 14 Februari adalah hari matinya kasih sayang. Bahwa hati
berwarna pink yang dipanah oleh Cupid justru melambangkan dibunuhnya
hati nurani.
Alkisah, konon, pada masa Kaisar Claudius II, ada
pendeta Romawi bernama Valentinus yang dihukum mati karena menikahkan
sejoli muda-mudi. Padahal, menurut aturan kaisar, pernikahan justru
memperlemah spirit juang warga negara sebagai prajurit sejati.
"Lho, justru kami ingin mengenang keindahan cinta kasih dua muda-mudi
itu, kok. Kami bukan mengenang kesadisan hukuman mati sang santo,"
mungkin begitu kata segenap pembela hari Valentine. Mana yang betul
dalam perdebatan ini?
Ini "ngga penting". Mari kita hidupkan kembali nilai-nilai kasih sayang yang sejati agar NKRI tetap kokoh berdiri.
Ini saran saya. Daripada ikut-ikutan debat tak ada ujung mending kita
cari tempat-tempat khusus yang belum diketahui banyak orang atau datang
ke Arjuna Resto & Assiry Gallery sebelah barat kampus UMK Kudus.
Kita rayakan Valentine di situ dengan Speak Softly Love Andy Willimas,
"We're in a world, our very own. Sharing a love that only few have ever
known."
Respon Cepat