Assiry gombal mukiyo, 26 Juni 2015
Jika Rasulullah 14 abad silam telah menganjurkan carilah ilmu walau
sampai negeri China, maka Indonesia patut belajar pada mereka tentang
dunia internet.Jika saya bahas sedikit tentang peta perkembangan
internet yang "Ruarr biasa " ini tentu Cina adalah yang paling yahud.
China dengan penduduk 1,4 M menutup semua akses konten asing masuk ke
negaranya, dan dia juga kiblat IT yang cukup ditakuti barat karena
resources penduduknya yang luar biasa. Dengan kebijakan tersebut,
otomatis konten asli anak negeri seperti Baidu, atau Weibo naik rating.
Facebook sendiri masih kalah karena penggunanya diseluruh dunia masih
1.3 M sedangkan China 1.4 pengguna medsos lokalnya. Sedangkan di
Indonesia konten-konten lokal tidak menjadi raja di negeri sendiri.
Bahkan Jokowi dalam suksesi kampanyenya saat mencalonkan menjadi
Presiden menghabiskan 2 Milyar untuk iklan selama 2 hari di beranda
Facebook. Beberapa hari dia menjabat, sudah mengundang Mark bertandang
ke Indonesia, tak lain karena Indonesia merupakan pasar yang amat
menggiurkan di masa-masa yang akan datang. Lalu, bagaimana nasib
medsos-medsos lokal buatan anak asli nusantara? "Ajor mumur" tidak
mendapatkan tempat di kandangnya sendiri yakni " kandang Indonesia".
Mark, tidak pernah membayar pajak di Indonesia karena kantor Asia-nya
ada di Singapura. Masyarakat Indonesia masih belum bangga dengan
produk-produk lokal, lalu mau sampai kapan keterjajahan ini dibiarkan?
Apakah anda tidak menyadari bahwa Indonesia sampai detik ini masih
dijajah. Merdeka cuma statusnya tapi pola pemerintahan dan cara
menjalanakan pemerintahan semuanya asing yang mengakomodir.Dan
mayoritas kita tidak menyadarinya. Hal ini bukanlah suatu masalah, namun
yang teramat urgen secara tidak sadar
Bangsa Indonesia membuka
pertahanannya dengan sering upload situasi-situasi yang terjadi apalagi
saat bencana, mereka tidak perlu mengirim tim untuk menolong dan
menggambar peta Indonesia.Itu baru soal produk internet asing
yang dipakai oleh Indonesia belum produk asing lainnya. Bahlan
berdasarkan peta hampir seluruh pulau di Indonesia semua aset dan
kekayaan kita diolah oleh asing khususnya amerika dan rakyat kita
menjadi gelandangan di rumah sendiri. Kalau saya bahas disini tentu
berpuluh -puluh alenia dan mungkin menjadi buku ketika menjabarkan
tentang kekayaan bangsa ini yang habis dikeruk asing bahkan lebih
"parah" dari pada itu.
Mohon maaf anda Jangan tersinggung jika
saya mengatakan Indonesia sekarang ini bukan negara tapi lebih mirip
seperti anak perusahaan Amerika ketika saya melihat dari prakteknya
bernegara.Saya sebut " Amerika cabang Indonesia" begitulah
tepatnya. Saya tidak memakai kata kira -kira ini betul -betul dan saya
tidak dalam keadaan mabuk atau lagi ngelindur (ainu al haq).
Semua kekayaan yang terkandung di Negeri ini hampir semua sudah dikuasai asing Khususnya Amerika.
Letak persoalannya sebenarnya adalah pola demokrasi yang cenderung
"ngawur". Sebut saja misalanya anda bisa memilih kerikil, atau bahkan
tai untuk bisa dipilihkan menjadi presiden.
Kita hanya memilih
calon presiden yang sudah dicalonkan oleh parpol tanpa kematangan
"mekanisme demokrasi" yang meletakkan emas di tempat emas dan kerikil
atau tai di tempatnya juga.Tidak adanya identifikasi bagaimanacara
memilih apakah itu presiden yang memiliki kapasitas dan kualitas sebagai
emas atau presiden yang mempunyai kapasitas hanya sebagai kerikil atau
tai.
Anda hanya dipilihkan antara tai dan kerikil tanpa ada
semacam tes atau kematangan identifikasi yang jelas secara akurat
apakah pemimpin yang kita pilih itu pantas untuk kita sebut sebagai
emas, padahal kenyataannya adalah tai dan kerikil. Dan apa boleh buat
kita dipaksa mengakui dan menyebut bahwa tai yang kita pilih itu adalah
emas.
Respon Cepat