Assiry gombal mukiuo, 30 Juni 2015
Fatwa MUI ( Majlis Uang Indonesah) dinegeri antah berantah memang ada
benarnya, tapi salahnya lebih banyak dari benarnya. Fatwa MUI menjadi
budaya "kelirulogi". Benarnya agar pemerintah ini memperbaiki, yaitu ada
akad yang jelas dan tidak ada denda dan perbaikan dalam
pelayananannya.Tapi salahnya seperti tidak ada kerjaan lain saja, hanya
bikin fatwa haram.
Saya dalam hal ini tidak sedang membicarakan MUI di negeri tetangga
kita Indonesia. Karena yang pasti MUI disana lebih bijak dalam berfatwa
dan tidak suka "mengumbar fatwa".
Tetapi yang saya maksudkan disini
adalah MUI atau Majlis Uang Indonesah di negeri kita yakni negeri antah
berantah, Negeri yang bagai surga untuk soal mendesah dan korupsi sah.
Menurut saya, Majlis Uang Indonesah ini seperti melempar mercon di
tengah kerumunan. Ini salah satu langkah yang keliru meskipun kita tidak
perlu mencari yang benar dan menunjuk siapa yang salah. Tapi mari
mencari apa dan bagaimana langkah yang bijak. Karena langkah yang
diambil MUI untuk berfatwa sangat tidak bijaksana. MUI memang berhak
mengeluarkan fatwa, tetapi perlu juga diingat bahwa di negeri Antah
berantah ini adalah negara yang majemuk. Indonesah tidak bisa disamakan
seperti negara-negara di Timur Tengah yang homogen, yang bisa membuat
fatwa mengikat seluruh warga negara.
Tapi di sini ada NU, MUI,
Muhammadiyah, dan bahkan kelompok-kelompok Islam yang kecil yang lain,
yang kadang-kadang tidak sesuai atau sepakat dengan fatwa MUI tersebut
juga ada agama -agama lain yang tentu "nggeguyu" (red: menertawakan)
persoalan -persoalan kecil bangsa yang mestinya bisa diselesaikan dengan
"mereka" berembug dan duduk bersama dengan Pemerintah negeri antah
berantah jika memang dari awal BPJS kesehatan ini dianggap riba dan
semacamnya. Ndak ada angin ndak ada hujan tiba -tiba mak dor " BPJS
haram !".
MUI ini seperti anak sekolah yang habis "diplonco" oleh
sistem OSPEK Pemerintah dengan tidak lagi mendapatkan kucuran dana dari
pemerintah Indonesah kemudian "ngambek" lantas mengeluarkan jurus Dewa
Mabuk lalu mengeluarkan ajian yang kita sebut sebagai "FATWA" gendeng.
Apalagi MUI di negeri kita Antah Berantah ini mengusulkan kepada
pemerintah adalah sistem BPJS Syariah. Saya sendiri sangat yakin "ainu
al yaqin" perubahan dari BPJS konvensional ke BPJS Syariah tidak akan
mengubah apa pun.
"Sekarang ini muncul istilah-istilah yang lebih
syariah atau yang Islami. Ini lagi-lagi persoalan label. Jadi seperti
bank, ada yang konvensional ada yang syariah. Tapi praktiknya sama,
hanya istilah-istilahnya saja yang berbeda.
Contoh tentang nama
Bank Syariah yang ada sekarang banyak dipakai untuk kepentingan ekonomis
saja. Logikanya, jika orang pindah agama dari islam menjadi Kristen
atau sebaliknya, ia sudah tidak menjalankan agama yang terdahulu.
Nah, di Indonesia ini tidak. Bank tertentu membuka system konvensional,
lalu kemudian membuka bank syariah dan menjalankannya secara
bersama-sama. Bukan system konvensional ditinggal ganti syariah tapi
tujuannya justru memperluas segmen pasar ini kan 'pe-ndobol-an publik'.
Besok -besok kalau pengelola bank ditanya malaikat Munkar dan Nakir,
kenapa namanya Bank syariah tetapi tetap ada ribanya?” terus para
pegawai Bank itu menjawab “Kami kan hanya menulis syariah (berarti
jalan) di belakang nama bank, bukan Syariat Islam. Jadi yang salah si
nasabah dong bukan pengelola Bank" terus Malaikatnya "bengong". Ujar Cak
Nun.
Mestinya MUI maupun pemerintah Negeri antah berantah untuk
segera mengambil tindakan demi menenangkan masyarakat. Jika
gonjang-ganjing masalah BPJS kesehatan ini dibiarkan bebas bergulir,
maka akan muncul rasa antipati masyarakat kepada MUI itu sendiri.
Otoritas MUI sebagai pemegang fatwa akan menjadi tidak berarti. Saya
khawatir masyarakat menjadi tidak peduli. Haram pun akan dia lakukan
karena tidak percaya dengan fatwa. Karena ada situasi dan kondisi yang
lebih penting bagi orang-orang miskin terutama agar bisa mendapatkan
"pelayanan kesehatan" bukan soal halal atau haramnya yang diributkan.
Sudah kita ketahui bersama bahwa MUI atau Majlis Uang Indonesah ini
sudah berkali -kali berpolemik dan menyulut perpecahan ummat karena
seringnya mengobral fatwa. Semoga juga fatwa Haram yang "diagendakan"
MUI bukan karena "ngambek" dan melakukan langkah pembenaran dengan
Fatwa tersebut. Yah ini bisa jadi perlu diperhatikan barangkali ada
sebab ada juga akibat karena Pemerintah Negeri antah berantah sudah
tidak lagi memberi aliran dana semenjak 2015 ini. Entahlah....Namanya
juga Negeri Antah berantah.
Respon Cepat