Assiry gombal mukiyo, 07 Agustus 2015
Sudahkah kita betul -betul mengingat satu persoalan dari sekian ribu rentetan peristiwa dan persoalan yang kita lewati.
Hiruk -pikuknya, riuh rendahnya dunia membuat kita semakin jauh dan
kadang melupakan satu peristiwa yang kita sebut sebagai kematian.
Siap atau tidak kita pasti akan mengalaminya.
Seorang tetangga saya meninggal dengan proses yang cukup lama sehingga
beberapa hari kemudian baru bisa lepas nyawanya dati raganya, padahal
dalam tataran keilmuwan dan ibadahnya boleh disebut sebagai orang yang
shalih. Tetangga saya yang lainnya menyimpulkan bahwa orang tersebut
pasti disiksa bahkan ada yang menuduh "oh itu pasti su'ul khotimah".
Dalam hati dan fikiran terdalam saya mencoba seolah olah saya sedang
memberikan pencerahan atau tabayyun atas kejadian itu. Padahal
sesungguhnya yang saya lakukan adalah agar kita tidak sempit dan gampang
menilai anu itu begitu atau si anu itu begini.Termasuk
bagaimana cara maut ditimpakan kepada seseorang, Tuhan menolak untuk
kita rumuskan.
Ada maling mati ketika bersujud. Ada orang sangat alim
soleh pergi ke Masjid di tengah malam diserempet oleh motor kemudian ia
dipukuli oleh pengendara motor itu sampai meninggal, ada seorang yang
baik tapi tiba -tiba terkena serangan jantung dan matinya kebetulan
didepan tempat pelacuran sehingga lantas orang menyimpulkan dia sebagai
seorang yang celaka.
Ada pendosa besar mati ketika berthawaf, ada
‘true beleiver’ pengkhusyu ibadah mati kecelakaan secara sangat
mengenaskan. Semua fenomena itu tidak menggambarkan apa-apa kecuali
kemutlakan kuasa Tuhan. Posisi manusia hanya pada dinamika doa: selalu
cemas dan memohon kepada-Nya agar diperkenankan untuk tidak tampak hina
di hadapan sesama manusia.
Pun tak usah merumuskan sebab akibat
antara baik buruknya manusia dengan jumlah pelayat, volume pemberitaan
media, pemberitaan koran, tayangan langsung atau tunda, tatkala
meninggal. Ada pemimpin dzalim diantarkan ke pemakaman oleh puluhan
ribu orang hingga berjubel -jubel, ada Nabi dikuburkan hanya oleh enam
orang. Ada seorang Waliyullah yang bahkan kematiannya tidak mau
diketahui seorangpun hingga ketika sekaratpun tidak ingin ada satupun
yang mengetahuinya sehingga akhirnya "ngumpet" ditengah hutan agar
ketika dia mati jasadnya diikhlaskan untuk dimakn binatang buas.
Jadi, tidak bisa kita ukur kwalitas mautnya seseorang, tak juga bisa
kita takar mutu hidupnya. Tidak ada jenis dan wilayah ilmu manusia
apapun yang bisa dipakai untuk merumuskan hidup dan matinya seseorang.
Bahkan ketika saya mengetuk pintu kematian saya tidak ingin dikuburkan
oleh siapa-siapa, saya berharap jasad saya yang hina ini terbuang saja
dilautan hingga tiada lagi yang tersisa, biar dikoyak dan binasa dimakan
ikan dan asinnya zat garam.
Itulah misteri seserpih rahasia di antara jagat raya tak terhingga rahasia iradah-Nya. Kematian yang pasti kita menuju kesana.
Respon Cepat