Assiry gombal mukiyo, 07 Januari 2016
Ini bukan konteks untuk membandingkan antara A dan B, tapi saya sedikit
"gregetan" jika melihat "fentungan" berkeliaran terasa seperti alergi.
Apalagi jika ditambah dengan teriakan Allahu Akbar. Sebutan Allah terasa
murah dan rendah sekali. Memukul dan "menthung" siapa saja yang
menghalangi aksinya "ndak" perduli itu siapa dengan teriakan Allah
Akbar. Padahal jelas Allah ndak "budheg". Menyebut Allah dalam hatipun Allah mendengar dan mengetahui "Innahu huwa assami'u Al 'aliim".
Seolah Allah SWT. adalah yang paling meridhoi dan Rasulullah Muhammad
SAW. adalh pendukung utama aksi -aksi "fentungan massal" itu. Dengan
dalih menegakkan amar ma'ruf dan nahyi Munkar. Pertanyaan saya apakah
tidak ada cara yang lebih santun dan bijak tanpa harus dengan dakwah
"bil fentungan" yang mengakibatkan kerusakan juga kegaduhan berjamaah?
Rasa -rasanya Rasulullah Muhammad SAW. tidak meneladankan dakwah dengan
cara seperti itu sama sekali. Tapi ini ironi memang. Mengaku Habib
karena keturunan Nabi agung Muhammad SAW. tapi perilakunya sedikit
menyimpang. Sepertinya ada virus -virus "asyu" yang bercokol dan
bersemayam didalam otak pembesar FPI ini. Barangkali kalau ndak teriak
-teriak sampai berbusa -busa dan turun dijalan ndak bisa tidur.
Perilaku Ahmad Bahruddin dengan Habib Riziq itu seperti membandingkan
Hasyim Asy'ari pendiri NU dengan Yakuza. Ahmad Bahruddin dan Hasyim
Asy'ari merangkul masyarakat untuk mandiri dan lepas dari kemiskinan ,
kebodohan, dan kemaksiatan. Habib Riziq dan Yakuza "menggebuki" para
pelaku kemaksiatan kelas teri, sedangkan dirinya sendiri hidup dari
setoran para pelaku kemaksiatan yang lain. Bahkan senang kalau
masyarakat tetap bodoh dan miskin, agar mudah dijadikan laskar preman
dan mau melakukan apa saja demi nasi bungkus dan uang 50 ribuan sekali
aksi.
Ketika Hasyim Asy'arie pendiri NU melihat Tebu Ireng
Jombang penuh maksiat judi dan pelacuran, maka Ia kemudian mendirikan
pesantren dan membangun unit usaha di Tebu Ireng sampai akhirnya menjadi
pusat studi Islam yang besar hingga sekarang ini. Ketika Habib Riziq
bos besar FPI melihat maksiat, pelaku maksiat digebuki, dipalaki, kalau
perlu dibunuh sampai akhirnya Islam identik dengan kekerasan. Kelihatan
jelas perbedaan kualitas intelektual di antara dua tokoh Islam ini.
Mohon anda yang terlanjur cinta dan sayang dengan Mas Habib Riziq dan
mabuk kepayang dengan FPI, mbuk ya jangan terlalu buta apalagi anti
kritik. Meskipun cinta itu buta. Karena kalau tidak buta bukan cinta
namanya, tapi ya "mbuk " tetep pake akal dan kira -kira.
Respon Cepat