Assiry gombal mukiyo, 2016
Bekas Sholat ( min atsari assujud) itu letaknya bukan pada jidat yang gosong menghitam.Tapi Atsari assujud itu terletak pada output sosialnya atau akhlaqnya terhadap lingkungan sosial, yang meliouti bersaudara, bertetangga lebih luasnya berbangsa dan bernegara dengan baik. Seberapa besar peran baik yang dilakukannya itulah bukti bahwa ia menjalankan sholat dengan benar.
Jidat yang hitam lebih tepat disebut min atsaril karpet (bekas karpet tempat dia sujud.
Ndak usah jauh -jauh kita melihat dari atsari assujudnya. Bahkan dari Wudlu kita yang sudah merasuk ke dalam hati, bisa menjadi penjaga hati, fikiran dan perilaku dari sifat dan perbuatan yang tercela. Bagaimana kita membasuh tangan misalnya secara hakiki kita menjaga tangan kita dari perbuatan mencuri dan semacamnya belum ketika kita membasuh telinga, mulut, kaki dan yang lainnya,
Contoh kecil saja ketika melihat perempuan yang terbuka auratnya, meskipun mata sudah "kadung" melihatnya itu tetap tidak boleh ya sebisa mungkin dihindari. Yang terjadi justru sebaliknya kita "kekeuh" menganggap hal itu sebagai nikmat. Inikan yang salah kaprah, kita meyakini bahwa melihat yang porno dan terbuka aurat asal sekali itu nikmat, baru dosa kalau melihatnya lebih dari sekali.
Sehingga akhirnya melihatnya sekali tapi berlama -lama bahkan "ngga" mau berkedip (sampai mlongo dan ngowoh).
Yang benar itu ya sedemikian rupa untuk menghindarinya dan tidak mau melihatnya, karena menganggap itu sebagai aib saudara muslimah kita.
Contoh lain dari min atsaril wudlu adalah bertutur kata yang bagus serta sopan. Orang akan menjadi lebih berwibawa ketika bertutur kata yang sopan. Salamatul insan fi hifdzil-lisan, (tanda seseorang) selamat adalah karena menjaga lisannya dari tutur kata yang tidak baik. Kita, sebagai orang dewasa, segala ucapannya akan ditiru juga oleh anak-anak. Jadi orang dewasa seharusnya memberi contoh bertutur kata yang baik pada mereka.
Memang bisnis pergunjingan, bisnis omong-omong ndobol, omong kosong yang dibumbui fitnah adalah sepertinya menjadi budaya baru kita yang juga perlu dijaga kelestariannya. Sedemikian marakny bahkan tokoh -tokoh agama yang semestinya menjadi panutan terkadang ikut terjebak kedalam perilaku demikian. Di podiom menggunjing, menuding dan menuduh -nuduh seseorang sesat , kafir dan semacamnya hanya karena berbeda pandangan atas satu persoalan furu'iyyah.
Padahal Allah Ta'ala saja di dalam Al-Quran memakai adab (etika) ketika sedang mengingatkan. Simak kalimat ya ayyuhal-ladzina amanu (wahai, orang-orang yang beriman), tidak menyebut namanya langsung, bukannya: "Hai, fulan bin fulan, Si fulan lagi anuh- anuh....
Itu baru hikmah atsaril wudhu sungguh besar fadhilah dan pengaruhnya bagi kebaikan perilaku kita, belum lagi Jika Min Atsari assujud itu kita terapkan.
Tapi jangan pula menyembah sholat, yaitu ketika rajin sholat kita menjadikan sholat itu untuk menyombongi orang yang belum atau tidak sholat. Menganggap yang belum atau tidak sholat lebih buruk dari kita saja itu sudah batal sholat kita. Sangat mungkin secara essensial akan batal sholat kita semua. Sholat itu jangan dijadikan bahan untuk kebanggaan sosial.
Dan sesungguhnya, yang ditunggu orang adalah output sosial dari sholat Anda. Maka sebenarnya, masjid adalah “ kompor rohani” bagi anda dan masyarakat yang akan mengantarkan anda untuk menyuguhkan menu kebaikan sosial bagi masyarakat.
Masjid adalah tempat sujud formal. Tetapi masjid hakiki bisa di mana saja.
Anda sholat di Gereja juga ndak masalah, sholat di vihara, sholat di dipinggir pantai, di sawah atau dimana saja itu sah -sah saja asal tempatnya bersih dan suci. Karena yang terpenting secara essensinya adalah apapun yang menjadi tempat sujud maka disitulah berdiri Masjid dalam dirimu sendiri.
Rasulullah menyatakan di mana pun engkau bersujud di situlah Masjid. Kesadaran ini penting, sebab kita punya kecenderungan untuk mendewakan masjid secara formal, sejalan dengan keterjebakan kita pada formalisme-formalisme dalam beragama. Sebab, sejatinya pada akhirnya hanya Allah yang tahu siapa yang benar-benar bersujud.
Filosofi masjid (tempat bersujud) adalah semakin kita merendahkan diri kepada Allah, semakin tinggi derajat taqwa kita. Semakin tegak mendongak ke atas, semakin rendah diri kita di hadapan Allah.
Respon Cepat