Assiry gombal mukiyo, 11 September 2016
Hajar (Arab: هاجر, Ibrani:×”ָ×’ָר) adalah ibu dari Ismail sekaligus istri
dari Ibrahim. Hajar konon bearasal berasal dari kata hadzaa ajrikum
(Arab: هذااجركم), yang memiliki arti "ini imbalan mu". Karena tidak
mungkin jika Hajar itu menggunakan huruf ha ( ﺡ) karena mengandung arti
"batu".Orang Indonesia menyebut Siti Hajar . Siti adalah singkatan dari
"Sayyidati" yang berarti Putri.
Dalam bahasa Jawa Hajar bisa berarti
mendidik atau mengajarkan, meskipun banyak sekali kata hajar sekarang
yang dikonotasikan negatif misalnya: "hajar dia!".
Ok, saya
tidak perlu membahas soal itu karena yang terpenting dari essensi
tulisan saya ini adalah fokus pada Hajar Istri kedua Ibrahim.
Pada
awalnya, dia adalah ART ( asisten Rumah Tangga) Nabi Ibrahim. Akan
tetapi, Sarah istri pertama Ibrahim mandul dan menyuruh Ibrahim menikah
dengan Hajar. Hajar pun punya anak bernama Ismail.
Ketika Idul
Adha tiba semua orang fokus pada pembicaraan tentang Ismail Ibrahim
nyaris dan jarang sekali yang menceritakan tentang peristiwa hajar yang
tidak kalah penting. Hajar adalah ibunda dari ismail tanpa hajar
barangkali ismail bukanlah apa-apa.
Sudah menjadi sunnatullah jika
poligami selalu menyisakan polemik dan percikan kecemburuan. Ini bukan
hanya terjadi dikalangan manusia biasa bahkan Sekaliber Nabi Ibrahim pun
mengalami polemik yang demikian. Kian hari, rasa cemburu Sarah justru
kian menebal, terutama selepas kelahiran Ismail hingga Siti Sarah
mendesak suaminya membawa Siti Hajar dan anaknya jauh dari rumah dimana
mereka tinggal. Nabi Ibrahim dan Siti Hajar serta anak mereka lantas menuju ke Baitul Haram.
Siti Hajar adalah lambang wanita sejati yang taat kepada suami dan
perintah Allah. Segala kesukaran, kepahitan, keresahan yang ditempuh
Siti Hajar bersama anaknya kecilnya, Ismail ketika ditinggalkan Nabi
Ibrahim di tengah-tengah padang pasir panas adalah lambang kesetiaan dan
kepatuhan seorang isteri kepada peraturan suaminya.
Inilah kisah
sebagai teladan bagi wanita dan pria daripada al-Quran yang
menggambarkan seorang isteri contoh yang menjadi lambang kewanitaan
sejati. Kalau wanita Islam hari ini teguh dan ikhlas seperti Hajar,
tentulah mereka akan bahagia dan tidak akan ada yang durhaka dengan
suaminya, apalagi sampai menuntut minta diceraikan atau menggugat
cerai.Naudzu billahi min dzalik.
Ketika terik matahari di
tengah-tengah padang pasir yang kering kontang, Nabi Ibrahim, menunggang
unta bersama Hajar dan anaknya Ismail pada sebuah hamparan padang pasir
yang gersang.
Kemudian Hajar diturunkan, tanpa kata -kata dan
penjelasan apapun Nabi Ibrahim bersiap untuk pergi meninggalkan Hajar
dan anaknya Ismail yang masih menyusui. Hajar hanya bisa menangis
sesenggukan dan ikhlas karena apa yang dilakukan Ibrahim adalah perintah
Tuhan. Meskipun secara logika perintah Tuhan ko kebangetan amat kayak
ngga ada perintah yang lebih elegan saja.
Hajar berkata kepada
suaminya: “Jika benar ini adalah perintah Allah, tinggalkanlah kami di
sini. Aku ridha ditinggalkan, asal engkau tetap taat atas segala
perintah Allah akupun akan selalu mensupportmu wahai Suamiku”. Suara
Hajar mantap tanpa keraguan sedikitpun jua, meskipun ia bergetar dan
sesekali menyeka air matanya yang terus tumpah.
Jika Hajar itu Anda
mungkin akan berbeda. Bisa jadi sumpah serapah yang justru anda akan
katakan kepada Suami anda yang berperilaku demikian:
" Kamu itu
punya otak apa ngga sehh, ninggalin gue dan anak loe yang masih netek
ini sendirian, heyy lo masih waras ? Jangan bawa -bawa nama Tuhan segala
apalagi alesan ini perintah Tuhan, Tuhan ko katrok, Dasar suami
sinthing loh, Mulai hari ini kita ceraiiiiii!".....
Barangkali
inilah bedanya perempuan jaman modern dengan Hajar seorang istri idaman
dan teladan sepanjang sejarah manusia. Kepiluan dan kesedihan Nabi
Ibrahim, hanya Allah yang tahu. Jika air mata bisa bisa ditampung
mungkin bersuangai -sungai air mata Ibrahim tak terbendung melihat
betapa tidak teganya ia melihat kondisi Istri dan anaknya yang
ditinggalkannya itu.
Sebelum bergegas pergi, Ibrahim menggenggam
tangan istrinya. Kemudian diciumnya, dipeluknya Istrinya dengan erat, Ia
meminta ridha kepada Istrinya. Sedangkan Hajar hanya bisa menatap
ikhlas penuh nanar berlinangan ketika melihat Ibrahim berlalu pergi dan
menghilang dari pandangannya.
Coba bayangkan apa yang harus
dilakukan oleh Hajar ketika membawa Ismail yang masih merah sendirian.
Tanpa bekal cukup, tanpa pakaian yang memadahi, melewati keras dan
panadnya gurun dan hamparan padang pasir yang panas dan itu dilewatinya
dari hari kehari berganti minggu dan bulan.
Hingga puncaknya adalah
ketika semua bekal makanan habis airpun tidak ada.Ismail menangis
meraung memecahkan kesepian yang mencekam karena kehausan. Hajar hampir
buntu. Di mana mendapatkan air di tengah padang pasir yang kering
kontang itu?
Dia pun segera berlari mondar -mandir berulang -ulang
sebanyak tujuh kali antara dua bukit, Safa dan Marwa untuk mencari
sumber air itu. Ketika Ismail menangis sambil menghentak-hentakkan
kakinya ke bumi. Tiba-tiba dengan rahmat Allah, terpancarlah air dari
dalam bumi di ujung kaki anaknya Ismail itu.
Pada waktu itu betspa
gembiranya hati Hajar bukan kepalang. Dia pun mengambil air itu dan dari
mulutnya ia berujar, “Zami, zami, zami..” yang bermaksud, berkumpullah,
kumpullah. Seolah-olah dia berkata kepada air itu, “Berkumpullah wahai
air untuk anakku.” Air itulah yang hingga kini yang disebut Zamzam.
Contoh yang ditunjukkan oleh Siti Hajar, yang sanggup menempuh pelbagai
kesusahan hidup semata-mata karena taat atas perintah Allah dan
suaminya.
Kisah ketabahan Hajar, mempunyai kaitan dan falsafah
penting ketika umat Islam menunaikan ibadah haji hingga sekarang ini.
Sebab itulah bagi jamaah yang berada di tanah suci, ketika mengerjakan
umrah atau haji, mereka fardhu atau wajib selepas tawaf di Batitullah
al-Haram, untuk menunaikan Sai yaitu berlari kecil dari bukit Safa ke
Marwah sebanyak tujuh kali. Ini bertujuan mengingati dan menapak tilasi
kembali falsafah kepasrahan kepada Allah, perjuangan, keikhlasan,
pengabdian dan tanggung jawab sebagai Ibu yang ditanggung Hajar pada
waktu itu ketika mencari air minum untuk Ismail.
Betapa agung dan
mulianya Hajar, bahkan kemuliaan hatinya saya tidak sanggup
menuliskannya. Betapa ikhlasnya Hajar bahkan kata-kata tidak sanggup
merangkai untuk mendeskripsikan keikhlasannya. Dialah wanita teladan ketika Tuhan mentaqdirkannya sebagai madunya Ibrahim. Yang begitu taat, patuh, ikhlas dan ridha kepada Suaminya. Itulah Love
Story dan keagungan cinta Hajar kepada Ibrahim karena Allah yang lebih
sejati dari sekadar kisah cintanya Romeo kepada juliet atau lebih
dramatikal dan menguras air mata daripada kisah cinta Rama dan Shinta
sekalipun. Karena Ibrahim menjalankan peran sebagai sebagai Suami yang
bijak dan Hajar juga berhasil memerankan skenario Tuhan dengan indahnya
sebagai madu.
Jika air mata bisa mengganti setiap huruf dan
menuliskan setiap kata. Maka rangkaian kalimat dan huruf -huruf ini
tidak saya pakai untuk anda baca dari setiap kata dan kalimat yang saya
torehkan ini agar bisa menceritakan tentang sosok mulia yakni Ibu Hajar.
Ia adalah simbol kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya dan contoh
seorang Istri yang sangat patuh dan taat kepada Suaminya.
Sudahkah kita menjadi Seorang Istri yang taat kepada Suami dan menjadi seorang Ibu yang bahkan rela mati untuk anak -anak kita?
Saya meyakini betul bahkan ainul Yaqin dan Haqqul yaqin bahwa dua hal
inilah parameter bagi seorang perempuan untuk ditentukan derajatnya
apakah ia di Surga atau di neraka.
Respon Cepat