Assiry Gombal Mukiyo, 13 Desember 2016
Betul sabda Nabi Muhammad bahwa kita ini besar tapi bagai buih
dilautan. Terombang -ambing dan keruh dalam fikiran dan perilaku dalam
mengarungi bahtera kehidupan.
Masih punyakah kita rasa malu
sedikit saja dengan Mahatma Gandhi yang menurut sebagian dari kita ia
yang beragama Hindu itu kita sebut "kafir". Tetapi perilakunya begitu
"Muslim". Bagaimana tidak, bahkan ketika dirinya mengalami diskriminasi
berkali-kali, diusir, diancam pembunuhan sana-sini, dicaci-maki, bahkan
dipukulin rame-rame.
Pada umumnya manusia 'biasa' akan kapok, pasrah
sama keadaan, atau justru malah membenci dan menyimpan dendam terhadap
pelaku yang melakukan bentuk ketidakadilan tersebut. Tapi di sinilah
keistimewaan seorang Gandhi, yang mampu menyalurkan energi
kejengkelannya menjadi suatu sikap, prinsip, tekad, dan komitmen yang
luar biasa gigih untuk memperbaiki situasi dan permasalahan di depan
matanya.
Sedangkan lihatlah diri kita, hanya karena persoalan
kecil saja kita menjelma seperti anak kecil yang terus saja "nyinyir"
berjamaah, dengan mengajak orang lain untuk ikut tidak suka dengan
sesuatu, bahkan memboikot produk tertentu lantaran hanya karena berbeda
mindset dan pendapat dengan kita. Dimanakah letak nurani kita
semayamkan? Padahal kelakuan seperti itu hanya bisa dilakoni oleh anak
SD seperti saya. Ketika saya tidak dikasih permen oleh teman saya
lantas saya bilang -bilang dengan teman saya lainnya agar supaya kompak
untuk tidak "ngancani" atau mengajak semacam mogok massal biar
teman-teman saya yang lain itu juga ikut-ikutan ngambek dengannya. Duh
Gusti....
Padahal sudah pasti owner Perusahaan-Perusahaan yang kita
boikot itu sudah kaya raya bahkan tabungannya bisa ratusan milyar
hingga trilyun. Saya kira tidak memilki pengaruh yang berarti. Tetapi
justru imbas dan masalah yang harus kita fikir masak itu sesungguhnya
adalah nasib para Karyawan itu sendiri yang hanya bisa mengggantungkan
nasibnya dari bekerja dan tidak mengerti seluk -beluk kebijakan
Perusahaan.
Adakah ayat yang menyatakan bahwa Allah memerintahkan
untuk memboikot produk-produk tertentu? Jawabannya, tidak ada sama
sekali. Allah tidak memerintahkan untuk boikot, maka itu menunjukkan
bahwa boikot produk apapun dalam keadaan semacam ini bukanlah jalan yang
bijaksana.
Lihatlah bahwa orang Yahudi pun tega membunuh
nabi-nabi mereka sebagaimana yang Allah kabarkan. Yang dibunuh bukanlah
manusia biasa atau muslim biasa, namun seorang Nabi yang mulia. Lantas
apakah Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk memboikot
produk-produk Yahudi karena kelakuan mereka ini? Jawabannya, tidak sama
sekali. Lihatlah juga pada Nabi Musa ‘alaihis salam ketika ia dicela dan
disakiti, ia pun tidak memerintahkan pengikutnya untuk memboikot
produk-produk musuhnya kala itu. Nabi Musa ‘alaihis salam sama sekali
tidak memboikot Fir’aun, padahal Fir’aun jelas-jelas mengakui dirinya
adalah Tuhan Yang Maha Tinggi. Bahkan sudah tahu Fir’aun seperti itu,
Musa tetap mau diasuh di rumah Fir’aun, ia pun makan di situ, ia memakai
pakaian dari Fir’aun, padahal Fir’aun secara terang-terangan melakukan
kekufuran yang nyata.
Lihatlah pula kisah Nabi Yusuf ‘alaihis
salam. Di mana beliau disakiti oleh saudara-saudaranya sebagaimana telah
kita tahu kisahnya. Namun apakah Nabi Yusuf sampai melakukan boikot
terhadap saudara-saudaranya itu? Misalnya dengan tidak memberikan jatah
makanan kepada mereka karena balas dendam. Iblis manakah yang bersemayam
didalam hati dan fikiran kita sehingga begitu gelapnya, sehingga tak
mampu lagi membedakan ini bijak atau justru membuat kita makin koplak.
Yusuf pun masih melakukan jual beli dengan mereka. Allah Ta’ala pun
tidak memerintahkan pada Nabi Yusuf untuk tidak memberi sembako pada
saudara-saudaranya itu.
Apakah Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- Juga Pernah Memboikot Produk Kafir Quraysy?
Jika melihat kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sesudah
hijroh, kita tahu bahwa beliau kala itu berada di tengah-tengah orang
Yahudi. Seringkali beliau membuat perjanjian dengan mereka. Namun orang
Yahudi seringkali mengkhianati perjanjian tersebut. Di antara bentuk
tidak sopannya orang Yahudi terhadap umat Islam kala itu adalah
bagaimana mereka mengucapkan salam kepada kaum muslimin. Dari Abdullah
bin Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمُ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقُلْ وَعَلَيْكَ
“Jika seorang Yahudi memberi salam padamu dengan mengatakan ‘Assaamu
‘alaikum’ (semoga kamu mati), maka jawablah ‘wa ‘alaika’ (semoga do’a
tadi kembali padamu).” (HR. Bukhari no. 6257)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap bersabar atas kelakuan orang-orang Yahudi dan
tidak melakukan boikot sama sekali ketika berdagang dengan mereka. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri biasa bermuamalah dengan orang
Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal dunia, Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan bahwa ketika itu baju besi beliau tergadai di tempat orang
Yahudi untuk membeli makanan gandum sebanyak 30 sho’ (Shahih Bukhari,
3/1068). Dari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Dalam
hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya bermua’amalah dengan
orang kafir selama belum terbukti keharamannya.” (Fathul Bari, 5/141)
Kalau kita perhatikan pula, orang-orang Yahudilah yang menjadi pedagang
di kota Madinah, mereka menguasai industri dan pertanian. Namun kaum
muslimin di masa itu tetap memanfaatkan hasil pertanian orang-orang
Yahudi, mengenakan pakaian mereka, dan memanfaatkan hasil industri
mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak menghalangi kaum
muslimin untuk bermuamalah dengan mereka. Beliau pun tidak melakukan
boikot, padahal Yahudi sudah jelas sering mengkhianati beliau bahkan
berlaku kejam terhadap beliau.
Pada peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW kali ini, jangan cuma kita lantang membaca kitab al
Barzanji, kita ramai pengajian Maulid dimana-mana. Tetapi kita lupa apa
yang sesungguhnya harus kita ambil adalah teladan baik atau uswatun
hasanah dari mindset, sikap dan perilaku Nabi. Yang harus terus kita
maulidkan adalah kepribadiannya yang indah, perilakunya yang meneduhkan
hati alam semesta raya ini.
Kita lupa essensi Maulid Nabi yang
terus kita peringati tetapi tidak menunjukkan bahwa kita juga terus
meneladani akhlaqnya yang terpuji. Kita bahkan sibuk sekali dengan ribut
kesana -kemari, memperolok -olok saudara sendiri, hanya karena berbeda
pola fikir, pendapat, gagasan bahkan tidak segan dan sungkan kita
mengatai mereka dengan sebutan munafiq, kafir sesat dan sumpah serapah
lainnya. Kita rajin mengajak orang lain untuk memboikot produk -produk
tertentu karena kebencian kita yang terlalu berlebihan dan membabi buta.
Jika ada orang yang membeli dan mengkonsumsinya lantas kita labeli ia
Bangsat, sesat dan murtad.
Oy...... Ayo mari Boikot diri kita
sendiri. Dengan membikot seluruh sifat -sifat buruk didalam diri kita
masing -masing agar tidak menular kepada siapapun. Jangan menjadikan
diri kita sebagai Iblis dan jin yang culas bagi sesama. Semoga kita
tidak digolongkan oleh Allah sebagai biang kerok dan ditakdirkan sebagai
manusia yang diibliskan oleh-Nya. Naudzubillahi min dzalik.
“Dan
Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian
mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya
mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan.” (QS. Al An’am: 112)
Ya Allah Ya Rahman Ya
Rahiiim, ampuni kami Ya Allah. Tanamkanlah di hati kami yang lapang ini
dengan rimbunnya kasih sayang yang menjadi cerminan sifat-Mu. Ya Allah
bukalah cakrawala cara berfikir, bersikap, bertindak atas dasar
keridhaan-Mu semata Ya Allah, agar damai alam ini agar renyah kebahagiaan
hidup ini kami kunyah. Bukankah perbedaan-perbedaan itu adalah
ciptaanmu semata. Engkaulah yang menciptakan ras, suku, golongan ,
kelompok, bangsa-bangsa bahkan agama. Engkau menjadikan semua itu ada
sebagai rahmat. Sedangkan Kita sebagai manusia hanya lumbung kecil bagi
padi -padi yang menguning. Apakah padi -padi itu kita pukul hingga
musnah atau kita berusaha mengolahnya hingga bisa menciptakan
kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama-sama khususnya bagi
negeri tercinta Indonesia dan seluruh rakyat yang berbhineka tunggal
ika.
"Marah itu gampang. Tapi marah kepada siapa, dengan kadar
kemarahan yang pas, pada saat dan tujuan yang tepat, serta dengan cara
yang benar dan bijak itu yang sulit". (Aristoteles)
Respon Cepat