Assiry Gombal Mukiyo, 06 Januari 2017
Ada salah satu karib saya beratanaya kepada saya " Lho sampean ketemu Gus Mus ko tidak pakai peci?".
Kalau saya datang bertamu ke rumah Gus Mus dengan berpakaian gamis dan
sorban, memang tidak ada salahnya. Atau pakai peci yang baru saya beli
biar kegantengan saya bertambah minimal 10 ton itu asyik -asyik saja.
Saya mencoba menjawab pertanyaan karib saya sekenanya,
"Peci gusmus sangat filosofis karena mewakili kejiwaannya yang bagai
oase. Sedangkan aku belum pantas memakai peci, karena saya khawatir orang
mnganggp saya kiyai, ustaz atau orang sholeh, padahl saya cuma anjing
kurab yang ingin banyak belajar dari para Guru biar ngga jadi anjing
yang nakal.
Gus Mus memang sudah selayaknya memakai gamis, peci atau
bersurban karena antara raga dan jiwanya, antara batin dan dhahirnya,
bahkan hati Gusmus seperti telaga yang bening. Bahkan tanpa bersorban,
berpeci dan bergamispun beliau tetap bening dan jernih".
Yang
jadi persoalan dan membuat saya paling takut adalah ketika orang yang
melihat saya apalagi Santri -Santri Gus Mus akan berkesimpulan bahwa
saya lebih pandai daripada yang mereka. Lebih parah lagi, kalau mereka
berkesimpulan bahwa saya lebih alim, Kalau itu tidak benar, itu kan
namanya 'penipuan'. Meskipun saya yakin Gus Mus lebih mahfum untuk soal
yang seperti ini. Beliau memilki basyirah atau sidik paningal yang tajam
hingga tembus ke jantung hati seseorang. Sehingga beliau dengan mudah
bisa membedakan orang tersebut baik atau tidak cukup dengan melihat
sepintas tanpa tertipu sedikitpun dengan model -model kulit, aksesoris
dan penampilan seseorang.
Bahkan dalam pertemuan dengan
saya itu
Gus Mus berujar "Sekarang banyak orang yang pintar berakting'. Aktor
yang hebat itu yang bisa memerankan tokoh siapa saja, bisa memerankan
rakyat jelata yang melas, bisa berperan sebagai pejabat, mampu berdandan
seperti Rasulullah, bisa menirukan gaya kiyai yang ceramah dan
bermauidhah hasanah". Begitu wejangan Gus Mus dan saya khusu'
mendengarkan untaian kata-kata yang penuh makna dan mendalam.
Kata-katanya adalah auman puisi yang menerkam jantung saya sehingga
terkoyak
merasakan bahwa yang dikatakannya itu adalah secercah kebenaran yang
teramat teragis terjadi sekarang ini.
Saya hanya ingin menjadi
diri saya sendiri. Orang menilai saya apa saja itu bebas dan merdeka.
Apakah akhlak itu untuk dipamerkan kepada orang lain (melalui pakaian)?
Tidak boleh kan? Maka semampu-mampu saya, berpakaian seperti ini untuk
mengurangi potensi 'penipuan' saya kepada Anda kepada siapapun. Anda
tidak boleh 'menuduh' saya baik padahal pantasnya saya cuma "anjing
kurap" yang cukup bercita-cita semoga menjadi anjing yang tidak nakal
saja saja sudah masya Allah senangnya.
Begitu busuknya perilaku
saya, bobroknya moral dan akhlak saya. Semoga anda selalu berdoa jika
ketemu saja minimal menyebut " audzubillahi min assiry arrajiim".
Saya adalah saya karena Allah menjadikan saya sebagai saya dan tidak
karena yang lain. Maka Anda obyektif saja sama saya. Bahlan ketika saya
terlihat tidak pernah ganti pakaian ya karena pakaian saya semuanya
berwarna hitam itupun tidak banyak.
Hitam itu filosofis historis.
Hitam adalah kebalikan yang putih. Jika putih sepert putihnya sang saka
itu diartikan sebagai sesuatu yang suci maka anggap saja hitam adalah
sebaliknya bisa diartikan pendosa, bangsat, tengik, penuh noda atau
semacamnya. Itu cukup menunjukkan kepada anda semua bahwa saya ya
seperti itu.
Ini bukan untuk merendah apalagi biar saya disebut
tawadhu'. Intinya, saya hanya ingin mengurangi potensi 'penipuan' saya
terhadap anda. Jangan sampai salah lagi menilai saya.
Saya Ndak
punya pakaian tidur, pakaian kerja, pakaian santai. Semua pakaian yang
saya pakai bisa multi guna. Kadang saya pakai untuk beol ke toilet yah
pakai pakaian itu, naik mobil yah itu, ngajar yah itu lagi.
Menurut saya seorang ulama harusnya bisa berpakaian yang sama dengan
pakaian umatnya yang paling miskin. Saya tidak mempersalahkan orang yang
bergamis, berpeci dan berserban. Malah salut dan bangga dengan mereka
yang menunjukan kecintaannya pada Rasulullah dengan meniru persis apa
yang ada di diri Rasul. Tapi perlu diketahui bahwa baju Rasulullah tidak
sebagus dan sekinclong yang dipakai kebanyakan orang sekarang. Baju
Rasulullah sendiri ada 3 jenis : yang dipakai, yang di dalam lemari dan
yang dicuci.
Dan semua orang Arab di jaman nabi, model
pakaiannya seperti itu semuanya. Tidak cuma Nabi Muhammad, Abu Jahal,
Abu Bakar, Sueb, Sanusi, Umar dan orang Arab lainnya, model pakaiannya
ya seperti itu. Jadi sebenarnya sunnah Rasul yang paling mendasar adalah
Akhlaknya bukan kostumnya bukan?.
Respon Cepat