Assiry gombal mukiyo, 6 April 2014
Brdasarkan perhitungan yang ada, sekolah di Indonesia sudah berusia 114 tahun, ini artinya sekolah sudah ada sejak zaman pra kemerdekaan.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana manusia nusantara sebelum
sistem sekolah itu masuk ke nusantara, apakah mereka tidak bersekolah?
Kemudian, dengan adanya sekolah apakah kita menjadi lebih pintar atau
dengan bersekolah justru menjadi awal mula dari kebodohan kita?
Pada tahun 1909, Belanda melaksanakan sensus buta huruf di Indonesia,
dari sensus tersebut disimpulkan bahwa 99% penduduk di Indonesia adalah
masyarakat buta huruf, dan hanya 1% yang dinyatakan melek huruf. Namun
yang tidak disadari dari sensus tersebut adalah bahwa buta huruf yang
dimaksudkan adalah buta huruf alfabet ABCD dst sampai Z. Dan tidak
terdata masyarakat yang melek huruf “alif, ba, ta, tsa dst”, huruf
Sansakerta atau Aksara Jawa (Ha Na Ca Ra Ka).
Sehingga orang yang
melek huruf-huruf tersebut tetap dinyatakan buta huruf apabila ia tidak
melek huruf ABCD. Padahal pada saat itu sangat banyak sekali orang yang
melek huruf Hijaiyah, huruf Jawa bahkan juga Sansakerta. Dan setelah
kita mengenal ABCD, kita belum pernah mencapai kehidupan secuil pun dari
yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita.
Walisongo itu
terdiri dari 9 orang wali dan dibantu dengan staff-staffnya. Walisongo
yang 9 orang itu mampu mengislamkan seluruh penduduk nusantara dengan
sangat damai dan toleran dengan waktu yang sangat cepat. Sebaliknya,
saat ini ribuan ustadz di Indonesia justru melakukan kegiatan yang
membuat semua orang merasa ngeri berada didalam Islam. Mulai dari yang
dituduh kafir, bid’ah, musyrik, sesat dan sebagainya.
Masihkah anda berani bilang bahwa keberadaan wali songo adalah sumber petaka dan peperangan?......
Sedangkan para Ustadz tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi ummat
manusia, menebar teror bidah, sesat, kafir bahkan koar-koar halal
seseorang darahnya ditumpahkan jika tidak sefaham dan berbeda dengan apa
yang difatwakan.
Respon Cepat