Assiry Gombal Mukiyo, 30 Mei 2013
Seperti biasa, saya keluyuran dan mencari banyak guru dalam kehidupan ini. Di tengah perjalanan saya selalu
mengamati sekeliling, ada banyak hal yang saya temui, hal-hal yang
membuat saya lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT.
Pagi ini saya
berpapasan dengan dua orang pemulung, umurnya sudah cukup pantas
memiliki cucu.....mereka mencari -cari rongsokan yang terbuang dari sisa
-sisa pesta hajatan sykuran kemenangan salah satu PILBUP semalam
....Baju dan pakaian yang mereka kenakan pun tak layak dan camping,tak
beralskan sandal ,mnyusuri setapak demi setapak mngais rizki yang
tercecer dan terbuang, mungkin bagi itu sangt berharga untuk mngganjal
sedikit perutnya yang lapar.
Saya tidak berani menatap
dalam-dalam terhadap mereka, karena saya pasti akan meneteskan air
mata.Hal yang luar biasa dari mereka adalah betapa tenang, pasrah &
tanpa malu melakukannya, atau mungkin mereka sebenarnya malu berprofesi
sebagai pemulung, namun keadaan yang mendera mereka seperti sekarang
ini, tak ada pilihan lain toh itu halal dan tidak mencuri .
Coba
kita telusuri dalam-dalam kehidupan mereka. Mereka mempunyai istri dan
anak, kemungkinan besar anaknya lebih dari satu. Berapa besar resiko
dapur dan biaya sekolah anak-anaknya?
Tentu untuk kebutuhan mereka
cukup besar, belum lagi biaya sekolah yang katanya gratis, namun pada
kenyataannya harus membayar ini dan itu.
Pendidikan yang kita
bangga -banggakan, yang katanya bisa mengangkat kesejahteraan,
mengentaskan keterbelakangan dan terbebas dari B3B, tetapi kenyataannya
kita bagai seonggok sampah saat kita sudah sarjana.
Pendidikan hanya mnjadi ajang komersialisasi pendidikan yang ujung
-ujungnya semakin mncekik kehidupan bagi wong cilik. Saya tidak yakin
mereka berpenghasilan seratus ribu perharinya.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat berbincang-bincang dengan tukang
ojek, penghasilan mereka kurang lebih hanya Dua Puluh Lima Ribu, dari
pagi sampai sore. Namun demikian mereka tidak lantas membebani saudara
atau tetangganya.
Bandingkan dengan kehidupan kita sekarang!
Sepertinya kita tidak pantas berkeluh -kesah menghadapi dunia yang
sering dianggap berat oleh orang kebanyakan. Berguru kepada keteguhan
dan kesabaran yang tak terbatas bagi mereka, dicambuk hinaan dan dan di
gilas kejamnya jaman.
Barangkali masih segar dalam ingatan kita
betapa seorang pemulung bisa ikut memberikan sebagian hartanya yang
tersisih puluhan tahun untuk membeli kambing saat Hari Raya Qurban. Malu
rasanya batin ini seperti ditampar kenyataan mereka bisa berbagi dalam
ke -papa-annya, menebarkan kasih dan kebersamaan dalam ketiadaannya.
Mereka adalah guru bagi kita. Betapa nikmatnya kehidupan ini, jika kita
bisa tetap mlihat yang di bawah kita tanpa selalu melihat yang lebih
diatas kita, agar supaya kita selalu bersyukur atas nikmat apapun yg
kita miliki (Undzur ila man huwa asfala minkum wala tandzur ila man
huwa fauqokum. Fahuwa ajdaru an la tajdaru ni'matalloohi alaikum).
Respon Cepat