Assiry gombal mukiyo, 28 Oktober 2014
Loh kok santun malah dilawan? Itulah, kadang kita terpukau sama orang
yang terlihat santun dari luar. Pokoknya dari luar keliatan kaya anak
baik . Eh tapi jangan terlalu cepat menyimpulkan dulu pernyataan saya
tadi. Bukan, bukan berarti mereka itu berbulu domba juga. Yang salah itu
biasanya orang yang “santun” itu maunya cari aman. Kalau menjawab
sesuatu itu pasti jawabannya “di tengah – tengah”. jawaban yang aman,
yang tidak akan dimarahi orang – orang.
Sudah ngerti kan temen-teman
sekalian ?...ya “santun” disini maksudnya seperti apa. Kalau mau
contohnya ngga usah jauh – jauh deh. Lihat para pejabat deh kalau lagi
kena kasus, udah apal lah jawabannya pasti “kita serahkan saja pada
hukum yang berlaku”. Saat mereka dikursi pesakitan saat pengadilan
Angelina sondakh sampai bawa tasbih segala, dalam benak saya yang dibaca
bukan Astaghfirullah, subhanallah tapi "hassu, hassu, hassu" x 33.
Contoh lain, lihat aja deh bintang film kita. Mau artis atau “artis”
yang suka ada di tvone (politisi-red). Pastilah mereka menjawab dengan
“normatif”. Kata – katanya sih bagus, bijak gitu kedengarannya. Padahal
kalau ditelaah lagi jawabannya itu tidak menjawab apa – apa. Sampean
tidak percaya? sering – sering deh liat tvone dan telaah jawaban dari
“artis” yang ada disitu.
Nahhhh kalau setuju kita kudu melawan
kesantunan yang semakin merajalela, dengan cara apa? Ya kita jangan jadi
orang yang “santun”. Belajar yuk untuk selalu menjawab dengan jawaban
yang jelas, bukan yang normatif – normatif aja.
Contoh nih yang
biasa ditanya dan kita jawab dengan pertanyaan normatif. Kalau ditanya
“kapan rencana nikah?” kalau masih menjawab “di saat yang tepat”. Itu
masih tidak jelas. Bijak kan ya kedengerannya “wah saat yang tepat”,
tapi kalau ditelaah sebenarnya mereka tidak menjawab apa – apa. Tetap
aja kita tidak tahu nikahnya kapan. Kalau memang belum ada rencana mbok
ya bilang "belum ada rencana". Kalau sudah ada rencana ya jawab saja
“tahun depan Insya Allah”. Kadang – kadang kita itu masih termakan
gengsi. Takut kalau udah bilang iya ternyata tidak jadi. Turunkanlh
kegengsian kita, lagian kalau gagalnya ternyata gara – gara force majeur
mah semua orang juga mengerti.
Itu satu contoh aja. Contoh lain
nih ya. Misal ada yang nanya “eh minta pendapat lo dong, gue itu mending
milih melakukan A atau B ya?”. Jawabannya kan biasanya “ya terserah
lo”. Weisss kata terserah mah udah lah hapus aja dari kamus.
Sakitnya tuh disini didalam celana.....heheheuheu.
Jadi teringat dulu waktu saya pertama kali jatuh cintrong sama seorang perempuan kira 2, thun 1998, sebut saja Paijah namanya.
Saat dia saya tanya "gimana hubungan kita serius kan?"... Dia kemudian
bikin semacam tulisan di kertas, dia minta tulisan tersebut jngn dibaca
sebelum saya pulang dan sampai rumah, saya penasaran banget apa gerangan
jaeaban dari pertanyaanku yang sangat romantis itu, nah saat sudah
sampai rumah apa yang terjadi ketika saya baca tulisannya itu, jawaban
yang ngambang ngga jelas githu.."TERSERAH GIMANA BAIKNYA".
Ini kan
kelihatannya santun tapi sungguh 2 menikam dan meremukkan jantung saya
waktu itu, untung saya belum kenal gulung 2 di jalan, kalau sedang
ngambek.
Yuk ah kita introspeksi bareng – bareng. Terkadang kita
itu ingin terlihat bijaksana dengan membuat pernyataan – pernyataan yang
sok bijak. Tapi pikir lagi deh. Banyak loh jawaban kita yang hanya
menjawab tapi tidak menyelesaikan masalah.
Respon Cepat