Assiry gombal mukiyo, 11 Desember 2014
Penduduk Jepang yg 68% penduduknya atheis atau tidak beragama,
28%Buddhist-Sinto telah menunjukkan mereka lebih beradab dari bangsa
manapun di dunia saat ini. Dlm bencana gempa tsunami nuklir, tidak ada
penjarahan, semua antri, semua bekerja keras, bahkan sandal di tempat
pengungsian pun terjajar rapi dan orang yg sudah antri makanan
mengembalikan makanan yg tak bisa dibayar krena mesin kasir rusak.
Apabila manusia melihat kemanusiaan sebagai esensi terpenting dalam
kehidupan, maka dunia ini akan damai, tapi bila melihat agama
masing-masing sebagai essensi tepenting, niscaya akan selalu ada
konflik.... mengapa? Karena semua meng-klaim agamanya yang harus diikuti
(yang berpotensi adanya pemaksaan kehendak), sehingga claim itu bisa
membuat "matinya" nalar. Saling menghormati antar agama itu jauh lebih
baik daripada saling memaksakan agamanya ke orang lain
( la ikraaha fi addin) Urusan agama biarlah jadi urusan pribadi.
Kita sering mendengar kata-kata Kafir, mungkin perlu diadakan semacam
pelatihan mental dan cara berfikir ( mindset) atau dimasukan ke dalam
pendidikan di tingkat SD-SMP-SMA untuk mempelajari arti dan makna kata
"KAFIR" yang sebenar -benarnya.
Sehingga kata -kata itu tidak mudah sekali muncrat keluar dari bibir lisan yang merasa suci.
Seharusnya memang orang yg beragama jauh lebih santun dan lebih beradab
dibanding orang yg tidak beragama .. Tapi pada kenyataannya dalam satu
agama saja ada beberpa aliran agama yang rawan menimbulkan gesekan
-gesekan yang panas . Antara aliran yang satu dengan aliran yang lain
kadang saling mengaku bahwa dialah yang paling benar sehingga timbullah
masalah dlm dirinya sendiri.
Apalagi dengan agama yg berbeda,
Kesombongan beriman tumbuh dalam sanubarinya tanpa dia sadari. Akhirnya
lupa akan hakekat hidup yang sebenar benarnya. Ada diantara kawan -kawan
kita yang berpendapat bahwa jika anda bangga terhadap bangsa kafir
kemungkinan anda adalah orang kafir. Ini kan aneh. Kita hanya mengambil
hikmah dari hal positif, mau kafir mau tidak tiap orang punya kelebihan
dan kekurangan. Urusan bangga atau tidak, rasanya tidak ada sangkut
-pautnya sehingga lantas saya yang memilki pendapat semacam itu juga
jangan -jangan ikut dituduh kafir.
Kita mestinya berfikir kembali
apakah teman -teman kita yang kebetulan kerja di Mall, di toko-toko
mewah, di perkantoran asing misalnya, hanya karena mereka menggunakan
pakaian atau topi Santa dan atribut natal kemudian kita menjustice
mereka dengan sebutan kafir.
Meminjam kata -kata Gus Dur "jalan berdua dengan lawan jenis itu belum tentu pacaran".
Artinya kita memakai pakaian mereka karena untuk tujuan muamalah (
humanisme) bukan berarti kita masuk kristen. Inikan pemikiran dan asumsi
yang sangat dangkal. Hingga Pak Jokowi juga diwanti -wanti oleh seorang
Ustaz yang tersohor dengan prinsip Sedekahnya agar tidak masuk ke
gereja ketika Natalan berlangsung, ini yang justru membuat saya
terpingkal -pingkal.
Mungkin Ustaz tersebut lupa dengan sebuah
ungkapan "Annashara wa al majus aslimuu baina yadaihi". maksudnya adalah
jika anda sebagai seorang muslim yang menjadi pemimpin Nasrani dan
majusi atau yahudi maka engkau harus bisa menjadikan kekuasaanmu sebagai
pengayom, peneduh penyelamat dan menjamin ketentraman mereka bukan
ancaman atas kehidupan mereka. Saya yakin Presiden kita Pak Jokowi
memahami hal itu. Masak hanya gara -gara masuk gereja rontok keimanan
dia sebagai Muslim, geli saya dengan Ustaz-ustaz seperti itu.
Humanisme itu ajaran setiap agama. Jika seseorang itu baik, rajin
menolong, membantu dan mengasihi sesama itu sama saja dia telah
mengamalkan ajaran agama. Siapa yg mengajarkan orang utk berbuat baik
kepada sesama kalau bukan Tuhan melalui ajaran agama.
Apakah bayi yg baru lahir langsung bisa tau bagaimana berbuat baik atau jahat tanpa ajaran agama melalui orang tuanya.
Seorang teman juga pernah ngotot dan tidak sependapat dengan apa yang
saya katakan dia mengatakan" Astagfirullah negara kafir di jadikan
panutan,apakah telah tuli dan buta pengetahuan sampean tentang negeri
muslim arab saudi yg jelas Allah telah jamin dua kota suci terdapat di
antara keduanya"! Dengan menggebu -nggebu dia lantang dan mantap
mngatakan itu.
Sambil tersenyum tipis saya jawab " Kalau negara
kafir saja bisa menjalankan sariat dan ajaran islam begitu, maka negara2
yg rakyatnya ngaku2 beragama juga harusnya bisa lebih beradab. Katanya
mayoritas beragama, tapi di jalan saja masih suka nyuap polisi, nyerobot
hak pengguna jalan lain, nyontek di kelas, korupsi dan masih banyak
lagi kecurangan2 dari skala ecek2 sampe skala besar. Keberadaban suatu
bangsa dilihat dari perilaku warganya di tempat2 umum seperti di jalan
misalnya saat antre, kebiasaan kejujuran saat di sekolah, budaya malu
jika korupsi.
Jangan hanya ibadah sama Tuhan dipamer-pamerin umroh,
haji berkali -kali sebagai ritual saja, tapi tetangga satu RT kelaparan
diam saja, membiarkan antrean ibu hamil, lansia, difabel ikut
berdesak2an, di bis, di kereta, kita yang melihatnya pura2 tidur
membiarkan mereka berdiri.
Kesalihan sosial harus ditingkatkan selain kita memiliki kesalehan individu terhadap Tuhan.
Humanisme jelas berhubungan dengan agama, meskipun banyak org yang
mengaku beragama blm tentu humanis. Contoh,byk orang yang mengerti agama
smpai hafal smua ayat suci,kenyataannya org ini dgn sangat mudah
menjudge org lain seolah2 layak sbg penghuni neraka. Sdangkan org
tersebut polah tingkahnya justru lebih sadis dan penuh kebencian terhad
kelompok lain. Tokoh -tokoh agama yang terkadang tidak mengajarkan
maslah "life philosophy" atau kehidupan spiritual tapi hanya mengjarkan
surga neraka atau hanya praising their leader, maka kita sebagai ummat
yang beragama tdk akan pernah mencapai ke-beradab-an yang tinggi
sebagai "khalifah fi al ardhi". karena jelas kondisi ke-beradab-an
sangat berhubungan dengan nilai spiritual atau beyond being religious.
Islam itu baik, tapi arab tidak berarti islam. Bedakan apa itu Islam
dan apa itu arab. Kalau di Arab seks tidak merajalela tidak akan banyak
TKW diperkosa, tidak banyak gadis arab hamil sebelum nikah. Itu di
daerah puncak Bogor banyak orang arab pada berpesta syahwatnya. Kalau di
Arab tidak ada pencuri, maka para jamaah haji tidak perlu takut bawa
uangnya. Bicara moral arab tidak lebih baik dari jepang apalagi
dibandingkan dengan tanah air kita Indonesia ..... Indonesia bisa rusak
juga salah satunya karena orang yang kearab -araban. Coba kita kembali
kepada jati diri bangsa Pancasila, karena Indonesia bukan negara Islam.
Hal terpenting yang ingin saya angkat dari tulisan saya ini adalah
tindakan atau perilaku 'sepele' dan 'remeh' sehari-hari di Jepang yg
baik dan beradab tidak ada salahnya dicontoh oleh siapa saja (termasuk
kita yang ngakunya beragama), seperti budaya antre dan kejujuran
sehari-hari. Tidak ada maksud membenarkan atau membahas komersialisasi
industri porno Jepang atau sistem ekonomi riba segala. Lagipula akui
sajalah kalau mayoritas manusia yang mengaku beragama di negara kita
kelakuannya memalukan : korupsi, nyuap polisi di jalan, melanggar aturan
lalu lintas (saya orang jalanan, hidup di jalan, di kantor, di tempat
umum di kota, di desa semua saya jelajahi. Sampai ngilu hati saya sama
kelakuan tidak beradab masyarakat kita sehari-hari).
Kalau yg
sepele2 begitu saja kita tidak mampu mencapai level beradab, bagaimana
bisa menjadi bangsa yg maju sekaligus beradab???
Respon Cepat