Assiry gombal mukiyo, 14 Juni 2014
Sesungguhnya yang disebut juara,
atau eksistensi sebuah kemenangan itu hakekatnya tidak berlaku begitu sebuah
pertandingan atau perlombaan apapun jenisnya berakhir dan tanda kejuaraan
disematkan kepada sang juara.
Jika anda juara 1 MTQ entah dicabang Tilawah atau Kaligrafi misalnya yang
mengalahkan puluhan peserta ditingkt Nasional. Maka sesungguhnya tidak ada
seorangpun yang bisa menjamin bahwa anda adalh yang terbaik bahkan Dewan Hakim
pun hanya mampu memperkirakan kejuaraan itu berdasarkan sebuah statement,
asumsi nilai kelayakan dan penilaian 2 tertentu sehingga akhirnya anda
dinobatkan sebagai pemenangnya, ini kan subyektif dan menjadi sangat relatif.
Bisa jadi karena kebetulan anda adalah menantu, anak atau mungkin karena anda
adalah murid binaan Dewan hakim juri. Atau secara teknis jika anda adalah peserta lomba kaligrafi di Indonesia yang
sangat mujur dan diuntungkan karena ternyata karya anda yang salah berat ( jali
) misalnya lewat dari penilaian hakim juri dan tetap bisa masuk final karena
mungkin dewan hakim kaligrafi sudah sangat lanjut usia atau karena alasan apapun
yang membuat anda tetap bertengger diposisi pemenang, itu semua tetap mnjadi
sangat relatif.
Diajang penganugerahan dan
penghargaan genre musik tertentu seorang artis dinyatakan menang bukan karena
suara dan performanya yang bagus tapi karena goyang pantatnya yang bahenol
sehingga terciptalah goyang ngebor, goyang ngecor, goyang itik, goyang kayang,
goyang kenthu........goyang wedhus, entah goyang apa lagi yang akan ngetop jika
goyangan sensualitas yang mnjadi tujuan utamanya. Roknya yang super ketat dan mini
atau kembennya pura 2 mlorot ketika show padahal itulah sebenarnya tujuannya
biar anda yang hobby nonton show seperti itu kemudian "ngaceng"
sehingga image tentang artis itu semakin melambung dan ngetop namanya dalam
relung fikiran dan hatimu.
Sebuah tim olah raga tertentu atau
seorang atlet memenangkan pertarungan melawan tim lainnya sehingga sesudah
pertandingan ia dijunjung sebagai juara. Kalau sesudah penobatan gelar juara,
diselenggarakan lagi pertandingan antara kedua tim itu, maka tidak seorang pun
bisa memastikan bahwa sang juara akan pasti menang lagi.
Di Manila tahun 1974 Joe Fraizer
tidak sanggup bangkit dari kursinya untuk memasuki ronde ke-15 pertarungannya
melawan Muhammad Ali, sehingga petinju Philadelphia ini dinyatakan kalah TKO
dari Ali.
Yang terjadi sesungguhnya adalah
bahwa Muhammad Ali memiliki siasat dan kecerdasan yang Frazier tak punya.
Keduanya sudah bertarung habis-habisan selama 14 ronde. Besoknya Frazier memuji
— “Saya sudah timpakan kepada Ali ratusan pukulan saya yang biasanya merobohkan
dinding, tetapi Ali tetap tegak….” — sehingga secara fisik maupun mental
Frazier tidak lagi sanggup berdiri pada ronde ke-15.
Tetapi Ali masih punya sisa ruang
berpikir. Secara fisik ia juga sudahlungkrah, bahkan mungkin lebih kecapekan
dibanding Frazier. Tapi Ali punya kenakalan intelektual sehingga ia berkata
kepada Tuhan: “Wahai Tuhan, tolong pinjamkan kepadaku sedikit saja tenaga yang
Engkau jatahkan kepadaku untuk besok pagi, supaya aku bisa tampil di ronde
terakhir ini dan besok aku tidur sepanjang hari….”
Maka ketika bel ronde ke-15
berdentang, Ali menggagah-gagahkan diri untuk berdiri dan berlagak seakan-akan
ia fit dan siap berkelahi lagi — sementara Frazier terduduk lunglai dan tidak
sanggup berdiri. Ali menang, tapi sesuai dengan janjinya ia pinjam tenaga
kepada Allah — maka sesudah duel itu Ali terbaring di rumah sakit, sementara
Frazier nyanyi-nyanyi dan berjoget di diskotek.
Jadi, kemenangan Ali itu relatif.
Kalau sepuluh menit sesudah kemenangan Ali itu mereka diduelkan lagi, belum
tentu Ali bisa menang.
Jadi, sesungguhnya juara itu tidak ada.
meminjam kata 2 Ali "Para juara
itu sesungguhnya tidak dibuat di arena. Para juara itu dibuat oleh sesuatu yang
ada dalam diri mereka sendiri, sebuah hasrat, impian dan visi. Mereka yang memiliki
keterampilan dan kemauan tetapi kemauanlah yang terbesar.Dia yang tidak cukup
berani mengambil resiko, tidak akan mendapatkan apa 2 dalam hidupnya".
Maka ketika kaya, sadarilah
miskinmu. Tatkala menang, sadarilah kalahmu. Di waktu jaya, renungilah keterpurukanmu.
Pada saat engkau hebat, ingat-ingatlah kemungkinan bongko dan modiyarmu (hancur
dan matimu).
Respon Cepat