Assiry gombal mukiyo, 20 Desember 2014
Paus Francis dalam siaran radio rutin Vatikan mengatakan bahwa atheis
pun berhak mendapatkan kasih Yesus, dan ketika atheis berbuat baik, dia
akan bertemu jalan dengan orang Kristen yang baik. Kata-kata Paus
Francis ini termasuk sangat mencengangkan diucapkan oleh pemimpin
tertinggi umat Katolik yang membawahi 1200 juta manusia. Paus sebelumnya
Benediktus sangatlah chauvinis terhadap agama lain apalagi terhadap
atheis, walaupun Paus Yohanes telah memulai langkah bagus dengan Konsili
Vatikan II yang menyatakan bahwa ada keselamatan di luar gereja. Paus
Francis begitu Islami artinya justru dia seolah -olah menerapkan ajaran
-ajaran islam yang toleran.
Paus Francis datang dari ordo
Katolik Yesuit yang terkenal sebagai pembaharu dan progresif, yang
tujuan awal didirikannya adalah mengkounter penyebaran Protestan dengan
charm offensive ala Katolik. Adalah suatu keputusan besar bagi umat
Katolik memilih seorang Yesuit sebagai Paus, dalam kerangka Islam
mungkin mirip dengan memilih seorang Mu'tazilah.
Kaitannya dengan
Islam dalam tulisan saya ini adalah bahwa orang Islam sekarang masih
jauh dari kesadaran peradaban ala Katolik yang mulai membuka diri dan
memperbaiki kesalahan masa lalunya. Jangankan dengan atheis, dengan
sesama Islam pun bertengkar, bunuh -bunuhan dan menebar kebencian. Islam
Ahmadiyah , Syiah, serta Islam liberal dijadikan paria oleh Islam garis
keras, bahkan dari mereka banyak yang diintimidasi bahkan dibunuh.
Dialog peradaban banyak ditutup, bahkan dalam kasus Ahmadiyah disuruh
keluar dari Islam, para pengikut Ahmadiyyah juga diusir dan tidak
dimanusiakan.
Coba lihatlah sejarah bagaimana para wali songo
berdakwah dan menebarkan risalah islam ditanah jawa. Di Kudus, ditempat
kelahiran saya, pernah hidup seorang Ulama dan Waliyyullah yang Masyhur.
Sebut saja Sunan Kudus atau sayyid Ja'far Shodiq yang diperkirakan
wafat 1550 m, adalah tokoh pluralisme yang betul -betul telah
menerapkan ajaran islam yang toleran ( nguwongke) atau memanusiakan
manusia. Bagaimana tidak, orang hindu-budha menganggap sapi adalah Dewa dan untuk dipuja ( disembah).
Oleh Sunan Kudus warga kudus dilarang untuk menyembelih sapi bukannya
dilarang karena orang kudus itu alergi makan sapi, padahal Sapi itu kan
halal, tapi karena sebab lain.Alasan Sunan Kudus melarang
menyembelih sapi adalah untuk menghormati dan menjunjung tinggi
"kesesatan" orang -orang Budha, yang menyembah sapi dan menganggap sapi
sebagai Tuhan. Ini jelas sesatnya lha wong Sapi ko disembah, tapi
Sunan Kudus tidak lantas mengkafir -kafirkan orang Budha apalagi
mengeluarkan fatwa sesat seperti hobby MUI sekarang, tapi justru
merangkul dan sangat menyayangi pemeluk Hindu- Budha. Sehingga
lambat laun justru mereka masuk Islam tanpa paksaan. Konon, bahkan
menara Kudus adalah bekas tempat peribadatan( pura) ummat Budha yang
sekarang berubah menjadi Masjid. Subhanallah.
Inilah yang
disebut dengan Ruh Adda'wah dan maaf, Ustaz atau kiyai sekarang jarang
sekali yang meneladankan hal ini.Karena yang paling penting dalam konsep
da'wah itu adalah seperti
ungkapan Nabi "yassiruu wala tu'assiruu bassiruu wala tunaffiru.Jika
kita adalah "tunaffiru" istilahnya dengan cara -cara anarkhi atau
yang oleh Al Qur an disebut Ghalidza al Qalbu ( keras hati) jangan harap
mereka yang sesat dan mungkin kafir mau masuk Islam.
Bahkan
hingga
saat ini mana ada orang kudus yang nyembelih sapi entah untuk acara
hajatan dan semacamnya tapi menyembelih kerbau sebagsi
gantinya.Barangkali orang islam sekarang perlu banyak belajar dari
Sunan Kudus
dan Paus Francis, tentu bukan belajar kasus homoseksualitas yang banyak
terjadi karena puritanisme seks ala Katolik, karena kasus
homoseksualitas yang sama juga banyak terjadi di Saudi Arabia, tapi
belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan jaman. Menjadi agama yang
menambah dan mengikuti alur jaman, bukan melawan dan akhirnya tergilas.
Agama bukan turun di ruang hampa, tapi dia turun di ruang dialektika.
Agama adalah salah satu alat koreksi sosial, tapi bukan satu-satunya,
oleh karena itu dia perlu membuka diri terhadap dinamika-dinamika baru
peradaban. Islam telah lama menutup ruang dialektika itu, dan kini
saatnya mencermati dan meniru keagungan Sunan Kudus dengan ajaran
keislsmannya yang toleran dan menghormati orang -orang Budha. Juga
tidak ada salahnya jika kita bercermin dari Paus Francis yang bukan
hanya rela mencium kaki seorang Muslim dan paria, tapi juga memberikan
berkahnya kepada manusia atheis alias tak beragama.
Inilah ajaran Islam yang sesungguhnya seperti yang diteladankan oleh Nabi agung Muhammad SAW.
Respon Cepat