Assiry gombal mukiyo, 09 Juli 2015
Gejala cukup mengkhawatirkan keberagamaan di Indonesia sekarang ini
adalah gejala puritanisme. Celakanya ini tidak hanya terjadi di agama
Islam, tapi juga di agama Hindu, konghucu dan Kristen.
Yang
beragama Islam berlomba-lomba menjadi kearab-araban, dan lambat laun
meninggalkan Islam nusantara yang lebih fleksibel dan sinkretis. Padahal
Islam nusantara inilah yang bisa menjadi alternatif dari Islam gersang
dari Arabia yang menjadi momok kemanusiaan dengan menjadikan Islam
sebagai agama anti seni, anti kemajuan, sekaligus anti emansipasi
perempuan.
Yang beragama Hindu juga berlomba-lomba menjadi
keIndia-indiaan, padahal Hindu nusantara yang sinkretis adalah peradaban
indah yang sedikit banyak menetralisir kejahatan Hindu India. Hindu
nusantara yang toleran dan bahkan sinkretis dengan Buddha dan budaya
lokal telah menjadi kekuatan kejayaan masa lalu nusantara.
Yang
beragama Kristen pun sama, bertaburan Kristen-Kristen fundamentalis yang
anti sosial dan membentuk enklave-enklave yang tercerabut dari
keseharian masyarakat kebanyakan seperti Mawar Sharon, Bethany,
Pentakosta, dsb. Padahal Kristen Nusantara seperti Katolik Jawa atau
Protestan Batak yang menyatu dengan adat adalah alternatif jauh lebih
baik dari puritanisme global perkotaan.
Gejala puritanisme ini
juga menggerogoti toleransi antar umat beragama, dimana masing-masing
agama semakin menjauhkan diri dari matriks-matriks pertemuan peradaban
dengan agama lainnya. Apalagi sejatinya , Kristen itu bukan Barat, Hindu
itu bukan India, sebagaimana Islam juga bukan Arab. Sayangnya orang
Indonesia sudah mulai lupa bahwa agama itu output, bukan input. Agama
itu perilaku, agama itu predikat bukan obyek. Agama itu mestinya
membantu budaya, bukan budaya tunduk pada agama.
Beberapa
bulan terakhir kita menjadi seperti seekor anak yang kehilangan
induknya, menjadi bingung dan menganggap ada aliran baru lagi dalam
islam. Istilah "islam nusantara" menjadi polemik dan perdebatan panjang
bahkan beberapa diantara orang islam sendiri mencoba menolak keras
dengan menganggap islam nusantara sebagai momok baru bagi islam itu
sendiri.
Menurut saya Islam Nusantara bukan merupakan sinkretisme
agama yang mencampuradukkan berbagai keyakinan. Islam Nusantara
merupakan ajaran Islam yang menyadari bumi tempatnya berpijak. Artinya,
ajaran Islam tidak menyingkirkan tradisi yang sudah ada di Nusantara
sepanjang jelas-jelas tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Islam melebur dengan budaya tersebut karena pendekatan dakwah di
Nusantara ini pendekatan budaya, bukan senjata seperti di Timur Tengah.
Di Nusantara, (pendekatannya) dilandasi oleh pergaulan baik, akhlak
mulia, dan budaya. Ini yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Berbeda di negara timur tengah yang berdakwah dengan cara-cara kekerasan
sehingga menjadi preseden buruk bagi islam yang rahmatan lil'alamin.
Pemahaman Islam yang ramah, sejuk, dan peduli pada kebenaran dan
keadilan sangat kontekstual dengan kondisi Indonesia saat ini. Terlebih
di tengah menyebarnya paham radikal yang menganggap ajaran yang mereka
pegang yang paling benar sehingga menganggap pemahaman Islam di luar
pandangan mereka salah bahkan beberapa kelompok minoritas berani
menghukumi kafir.
Padahal jika kita menilik kembali kisah
perjuangan dakwah Nabi SAW. Ajaran Rasulullah bisa diterima karena
akhlak dan penyampaiannya yang santun. Jika saat itu Nabi
mengkafir-kafirkan Qaumnya yang jelas kekufurannya tentu hanya Nabi
SAW.yang Islam.
Begitu juga ketika Para pendakwah ( Wali songo)
400-500 th silam menuding-nuding penduduk nusantara dengan predikat
sesat, kafir dan semacamnya tentu islam tidak akan pernah ada di
Nusantara ini. Untungnya Para Wali songo mengikuti jejak dan
ittiba'kepada Rasulullah Muhammad SAW, dalam berdakwah dan menebarkan
islam tidak "murah" menebar kata bidah, sesat dan kafir apalagi
menghalalkan darah untuk ditumpahkan hanya karena perbedaan ideologi dan
keyakinan.
Islam terbentur di jidat hitam dan celana cingkrang.
Islam hanya simbol di surban dan peci. Islam bukan lagi menjadi "oase"
di hamparan padang tandus kehidupan.Na'udzu billahi min dzalik.
Respon Cepat