Assiry gombal mukiyo, 23 Februari 2016
Salah
satu pemimpin yang patut dijadikan teladan ketika menjalankan roda
pemerintahannya adalah Umar bin Khatab. Perangainya keras dan tegas,
namun dia keras dan tegas hanya ketika diperlukan saja. Selama ia
memimpin, tidak seorangpun kaum miskin pernah dihukum karena mencuri.
Bagi Umar, ketika masih ada kaum miskin, itu kesalahan terbesar dia
menjadi Pemimpin. Mencuri karena kelaparan bukanlah kejahatan di mata
Umar, namun di sisi lain dia sering menghukum kaum kaya yang masih
serakah dan melanggar hukum.
Semboyan Umar adalah 'Siapapun yang lemah akan kuat di sampingku,
siapapun yang kuat akan tunduk kepada hukumku'. Setiap malam dia
blusukan keliling kota tanpa pengawalan, dengan
"nyamar" dengan penampilan lusuh sehingga banyak yang yidak mengenali
tujuannya untuk melihat langsung kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Beda
dengan sekarang pemimpin ngasih bantuan Traktor saja difoto -foto
meskipun akhirnya traktornya diambil kembali. Calon Kepala Desa mau
nyalon kemudian nyumbang semen ke Masjid karena tidak jadi Kepala Desa
kemudian diminta lagi semennya. Semua orang berlomba -lomba agar
terlihat baik, sempurna. Mereka melakukan apa saja hanya karena
pencitraan. Pencitraan itu kan menutup -nutupi keburukan, kekurangan,
kelemahan -kelemahan sistem, kekuasaan, pokoknya apa saja dengan sesuatu
tampilan yang seolah -olah baik.
Bahkan menjelang meninggalpun Umar
masih merasa menyesal bahwa masih banyak rakyat yang belum bisa
dijenguknya terutama yang jauh dari Madinah misalnya di Mesir dan Irak.
Kekhalifahan di bawah Umar telah menjadi pemerintahan terbesar di dunia
saat itu, tapi itu tidak menjadikan Umar bergelimang dalam kemewahan.
Bahkan dia lah yang memulai dibentuknya Baitul Maal (Kementerian
Keuangan) untuk mengumpulkan dana agar bisa dibagikan lagi kepada
seluruh masyarakat, dalam dunia modern disebut "welfare state". Semua
uang yang dikumpulkan tahun itu harus dihabiskan tahun itu pula untuk
kesejahteraan masyarakat.
Konsep
welfare state ini lah yang seharusnya diterapkan di semua negara
termasuk Indonesia. Di jaman Khalifah Umar bin Khatab, orang miskin dan
terlantar
mendapatkan bantuan termasuk yang non muslim. Ketika ada kelaparan atau
wabah, negara menyediakan makan untuk rakyatnya dan pengobatan massal.
Ada tunjangan buat anak-anak dan uang pensiun buat para Lansia (lanjut
usia).
Uangnya didapatkan dari zakat, infaq, dan shodaqoh. Bagi
non muslim karena tidak diwajibkan zakat maka mereka membayar jizyah,
yang jumlahnya jauh lebih kecil daripada yang harus dibayarkan ke
penguasa sebelumnya baik dinasti Sasanid Persia ataupun Kristen
Byzantium.
Konsep ini justru sekarang diterapkan maksimal di Eropa
Barat dan Amerika Serikat. Bagi para pengangguran atau sakit, digaji
setidaknya 8 juta rupiah di Eropa Barat, sedangkan di Amerika
mendapatkan Food Stamp yang bisa ditukarkan sembako. Ada banyak bantuan
sosial buat anak dan orang tua, pensiun pun diatur negara dengan sangat
rapi.
Bagaimana dengan di
Indonesia " Dlongop bin dlohom" yang
miskin dipelihara turun temurun. Dari mulai kakek, Bapak, anak, cucu,
cicit dan seterusnya miskin semua. Inilah makna dipelihara. Sementara di
negara-negara mayoritas Islam, konsep welfare state banyak
dilupakan, yang miskin dan terlantar dibiarkan menemui kematiannya
sendiri. Bahkan banyak yang mati kelaparan sementara yang lainnya
bermewah -mewah dan berlimpah makanan. Di negara yang kaya sumber daya
alam seperti minyak bumi, sebagian besar kekayaannya hanya untuk raja
dan keluarganya, rakyat hanya kebagian sisa-sisa, berbeda jauh dengan
Umar yang bahkan keluarganya pun tidak boleh menerima fasilitas negara,
tempat tinggalnya hanya rumah kecil dari lumpur, bajunya cuma satu
itupun ditambal sana sini. Bahkan ketika utusan dari Persia datang
untuk membayar pajak, mereka sangat terkejut melihat Umar yang tidur di
emperan masjid bersama dengan kaum miskin Madinah. Umar bahkan berucap,
jika ada anjing lapar di tepi sungai Eufrat, maka itu kesalahan Umar.
Mereka yang membenci Umar menjadi gigit jari karena Beliau fimakamkan
bersebelahan dengan Rasulullah Muhammad SAW. ini bukan sebuah kebetulan
tapi karena derajat yang tinggi yang diberikan Allah atas perjuangan
Umar dalam mengemban amanah yang berat pada saat itu. Islam setelah
masa Khulafaurrasyidin telah menjadi sekadar pemanis bibir dan nyinyir.
Respon Cepat