Assiry gombal mukiyo, 21 November 2014
Seorang Guru salah satu pesantren Kaligrafi bertanya kepada salah satu
tamu yang bershilaturrahim di Gubug kecilnya. Kebetulan tamu tersebut
adalah murid salah satu pesantren Kaligrafi ternama di kota
antahbrantah. Sebut saja namanya Shomad.
Sang guru bertanya : “ Bang Shomad....Apakah anda punya tetangga?" Kalau punya, tetanggamu itu punya istri apa nda?"
Agak sedikit bingung dengan arah pertanyaan Sang Guru, Shomad menjawab
sekenanya. "Ya saya punya dung tetangga dan juga tau lah sedikit tentang
istrinya itu Ustaz". kata Shomad dengan tegas.
Anda pernah lihat kaki istri tetangga Anda itu? Jari-jari kakinya lima atau enam? Mulus, panuan atau ada bekas korengnya ?”
Sang guru bertanya lagi. Shomad mulai kebingungan. Nggak ngeh sama arah
pembicaraan Sang Guru. Shomad menjawab : “Tidak pernah memperhatikan
Ustaz". Sang Guru ndak peduli. Dia tanya lagi : “Body-nya sexy enggak?”
Shomad tak lagi bisa menahan tawa. Geli deh. Apalagi memang karena ia
yang benar-benar tidak faham arah pembicaraan sang Guru itu. Sang Guru
tersenyum tipis lalu berujar “Jadi ya begitu. Jari kakinya
lima atau
enam. Bodynya sexy atau tidak bukan urusan kita,kan? Tidak usah kita
perhatikan, tak usah kita amati, tak usah kita dialogkan, diskusikan
atau perdebatkan. Biarin saja”.
“Kenapa Ustaz" Shomad mlongo dan bertanya, penasaran.
“Ya apa urusan kita ? Nah, Metode belajar dan tata aturan pesantren
Kaligrafi atau sekolah kaligrafi orang lain itu ya ibarat istri
tetanggamu. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar
salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun.
Tentu,
masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya begini begitu
dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati saja”.
Sang Guru melanjutkan serius : “ Terkadang kita mengedepankan egomania
kita...coba perhatikan, bagi santri Pesantren kaligrafi Al Dawwat
misalnya , pesantrennya itu pasti yang terbaik menurutnya dan itulah
sebabnya ia "nyantri" di Al Dawwat. Kalau diaberanggapan atau meyakini
bahwa ada pesantren Kaligrafi selain Ad
Dawwat yang bagus, ngapain dia jadi santri di Ad Dawwat tidak nyantri
saja di Pesantren Kaligrafi Islam (PKI) misalnya?
Tapi, sebagaimana
istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan,
diperbandingkan, atau dijadikan bahan perdebatan atau pertengkaran
dengan menjustice sana sini.
Biarlah setiap orang memilih istri
sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk
menghormati dan mencintai
istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung
hidungnya karena Bapaknya dulu sunatnya pakai belati dan tidak pakai
dokter, umpamanya.
Sang Guru terus berkata : “Itu
prinsip kita dalam memandang berbagai Sekolah dan Pesantren Kaligrafi
yang ada. Sehingga yang terjadi adalah
saling menghargai, mengayomi dan tidak menyinggung. Toh tujuannya sama
yakni mencetak kader -kader yang baik dan berkualitas cuma jalannya yang
berbeda -beda, baik metode dan tekniknya. Mau memakai metode gulung
-gulung, metode njiplak apa ngga, mau menjadikan figur Master Turki
sebagai acuan apa tidak, mau guru -guru yang ngajar kaligrafi dapat
syahadah kaligrafi dari Master Bellaid Hamidi atau ngga itu tidak jadi
masalah.
Shomad manggut -manggut dan terus mendengarkan arahan
Sang guru tersebut. Dia merasa selama ini dia telah khilaf dengan
mendangkali pemikiran dan tabiatnya yang mengkotak -kotakkan bahkan
cenderung menilai dan melemahkan yang lainnya.
“Jadi ndak usah
meributkan metode pembelajaran Pesantren Kaligrafi lain, Itu sama aja
anda ngajak gelut tetangga anda. Mana ada orang yang mau isterinya
dibahas dan diomongin tanpa ujung pangkal. Tetangga-tetangga itu bisa
sebuah pesantren Kaligrafi, bisa berbagai pemeluk agama, warga berbagai
parpol, golongan, aliran, kelompok, organisasi, perserikatan atau
perkumpulan penjual gorengan dan pengamen jalanan atau apapun itu,
silakan bekerja sama di bidang usaha perekonomian, sosial, kebudayaan,
sambil saling melindungi koridor konsep perbedaan masing -masing".Terang
Sang Guru.
Tiba -tiba saja Shomad menjerit histeris dan menangis
tersedu -sedu, mendengarkan setiap kata bijak, yang begitu renyah
keluar dari bibir sang Guru.
Sang Guru dengan lembut
menyeka dan menenangkan Shomad sambil menepuk -nepuk punggungnya dan
berkata:“Kerjasama Pesantren atau sanggar Kaligrafi itu dilakukan bisa
dengan
mengadakan pembinaan kaligrafi bersama,mengadakan Seminar dan bedah ilmu
tentang Kaligrafi juga bisa diadakan semacam kepanitiaan lomba secara
bersama -sama misalnya yang seluruhnya bisa diambil dari kepanitiaan
gabungan dari seluruh pesantren dan Sanggar Kaligrafi yang ada di
indonesia. Untuk memperbaiki pagar keutuhan akan pengembangan Kaligrafi
di Nusantara yang tercinta dibutuhkan saling asah asih dan asuh. Untuk
pengembangan Kaligrafi yang dibutuhkan bukan persaingan tapi "fastabiqu
al khairaat".
Dialog Sang Guru dan Shomad, tiba -tiba terhenti
ketika Terdengar suara mesra menyentuh kalbu, seorang santri Sang Guru
yang menggores kaligrafi dengan bambu jelek diatas secarik kertas usang
dengan memekikkan suara" kreek kreeeerk kreeeekkkkkkkkkkkk".
Respon Cepat